Malam yang tenang selepas menikmati indahnya melaksanakan sholat tarawih. Dengan langkah pelan aku menapaki tangga menunju lantai dua, kamar dengan nomor 05, kamar tidurku yang nyaman. Aku merebahkan tubuhku yang mulai lelah, mencoba menarik selimut tebalku yang berwana oranges,”saatnya tidur,”batinku.
Rasa kantuk yang menghinggapiku sepertinya masih bisa kuajak berdamai. Aku beranjak lagi menuju laptop hitamku yang sedari tadi kubiarkan menyala. Terdengar nyanyian indah dari Last Child feat Gissele dengan judul seluruh nafas ini, entah sejak kapan, lagu itu menjadi salah satu lagu yang paling kusuka.
Dengan lincah, jariku bermain diatas tombol-tombol keyboard . Mengetik beberapa huruf hingga menjadi rangakaian username dan password di salah satu jejaring sosial. Sekedar membunuh waktu, aku membuka beberapa album lama yang berisi begitu banyak foto. Aku terlihat sangat muda disitu, dan masih cukup kurus. Hmm,,
Handphone ku tiba-tiba bergetar, ternyata ada sebuah pesan masuk dari seseorang yang sangat kukenal. Namanya Lina. Cantik, Pintar dan kaya. Hampir sempurna menurutku.
“Kakak, aku lagi baca blog kakak.”
Untuk beberapa menit kemudian kami berbalas pesan sembari membahas isi blog yang ku tulis bersamaan dengan air mata yang terus mengalir deras di pipiku, beberapa bulan lalu.
Ada rengekan manja yang kudengar dari suaranya, ketika dia memutuskan untuk mengungkapkan kerinduannya lewat telepon. Oh adikku itu, aku merindukannya. Sepertinya ada sesuatu yang sedang menganggu pikirannya.
Dan ya benar saja, sebuah surat elektronikpun ku terima. Sedih sekaligus senang membacanya. Mengingat awal perjumpaan kami di sebuah ajang pemilihan, dimana semua itu dimulai.. Seperti menjemput sedikit cerita lalu..
Sebaiknya kubalas suratnya. Aku menarik nafas panjang, berharap tak menangis lagi saat mengetik surat ini, meskipun aku sedikit ragu.
Bandung, 25 Juli 2012
Dear Lina Sayang....
Sayaang,, apa kabaar?? Kakak merindukanmu.
Sedikit kaget membaca isi suratmu. Kau memang secerdas yang kupikirkan sayang. Kau mengingat semua moment penting kita dengan sempurna. Seperti aku mengingatnya juga.
12 Agustus 2009? Aku melihatmu turun dari mobil dengan make up yang begitu cantik dan langkah yang tertata rapi. Aku berbisik pada Abi, adek angkatku yang pada waktu itu memaksaku untuk mengikuti pemilihan Uda Uni itu. ‘Bi, itu siapa ya? Cantik amat,, minder niih.” Bisikku.
Dengan sekenanya Abi menjawab,”ah kakak,, cuek aja kak,, kita kesini untuk menang.” Aku menarik nafas panjang mendengar jawabannya. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi pemenang di acara pemilihan itu? Bersaing dengan perempuan-perempuan cantik sepertimu. Bahkan aku memutuskan untuk mengikuti pemilihan itu sepertinya dalam keadaan mabuk karena patah hati. Karena beberapa bulan sebelum itu, aku baru saja kehilangan orang yang sangat kucintai. Hmm,,,
Tapi kebersamaan kita disana membuat pikiranku sedikit berubah. Menang bukanlah prioritasku. Aku sudah kadung senang bertemu dengan kalian, denganmu, yang notabene adalah orang-orang baru buatku.
Aku dalam kondisi yang sangat sakit saat itu, kepalaku pusing, badanku panas, bahkan mataku terlihat sangat merah, aku sangat tidak fit untuk sebuah grand final.
Tapi keajaiban terjadi bukan? Aku berdiri tepat disampingmu, memakai salempang yang nyaris sama, dengan hadiah yang juga hampir sama.
Disana lah semuanya berawal,,,,,
Banyak hal yang membuat kita terhubung, seperti make up, sepatu, tas, model rambut dan laki-laki. Membahas semua itu seperti tak akan pernah ada habisnya.
Hey,, apa kau ingat? Waktu kita membahas Geo? Yang sempat menjadi bahan omongan diantara teman-teman di sekolahmu? Seingatku, saat itu kau masih menjalin hubungan dengan Vano. Hehheh... Bukankah sejak saat itu kita mulai berbagi cerita tentang laki-laki?
Waktu begitu cepat berlalu. Kau tak lagi memakai seragam putih abu-abu dengan jilbab putih yang menutupi wajahmu.
Aku ingat semua itu. Betapa kerasnya aku melarang mu melanjutkan studi di tempat yang sudah ingin kutinggalkan. Berkali-kali aku mlarangmu. Hmm,, tapi kyakinanmu itu sayang,, kau keras kepala sekali. Seolah-olah menjadi bukti akan kata-kataku, aku mendengar kau sering kali merengek karena tak tahan dengan perlakuan orang-orang udik yang tidak bisa menrima kau terlahir begitu cantik.
Ingin rasanya mengeluarkan kata-kata ini, “Tuh kaan? Udah dibilangin tapi gak mau denger..”. Tapi rasa peduliku padamu yang begitu besar membuatku tak tega mengeluarkan kata-kata itu. Yang bisa kulakukan, sebagai kakakmu hanya mendengarkan rengekan-rengekan manjamu sambil meyakinkanmu bahwa kau akan bisa melewati semua itu.
Dan ya, benar saja! Kau tangguh!
Ingat tidak, waktu kita bertemu didepan BAAK, saat itu kau baru saja kembali dari acara bakti sosial yang di adakan kampusmu. Dengan bangganya kau menceritakan pengalamanmu selama beberapa hari mengikuti kegiatan itu, dan hasil yang kau dapat. “Kakak, aku terpilih jadi queen tambang kak,, aku seneng,,,,,,,, “.
Yaa,,, aku bisa melihat raut wajah penuh rasa gembira itu dengan jelas, seolah-olah usahamu untuk bertahan selama ini tak sia-sia. Tapi apa kau tahu? Tanpa kau ceritapun, aku bisa menebak bahwa kau memang akan terpilih menjadi queen. Hey! Pemilihan berkelas di Payakumbuh itu saja bisa kau menangkan, apalagi hanya untuk menjadi queen,, ehhehee
Sepertinya aku ketinggalan banyak cerita tentang pria-pria disekelilingmu. Aku sudah tak pernah berkomunikasi lagi dengan Bobby, bagaimana kondisinya sekarang? Apa dia sudah bisa berjalan lagi? Terakhir kau bilang, ada lubang besar di pantatnya? (hm,, aku masih sulit membayangkannya).
Dan Soal Rian, yang sekarang sedang menjadi pangeran hatimu, sepertinya dia berusaha keras menjdi seperti yang kau mau.
Apa kau tahu, tepat setelah kau menutup telpon, dia mengirimiku sebuah pesan. Menceritakan sekilas tentang apa yang kau hadapi sekarang.
Apa kau baik-baik saja sekarang sayang? Apa kau masih sering merasa sakit karena ischialgia? Apa kamarmu masih berantakan? Ehehheeheh
Apa benar kau sedang sakit? Apa yang kulwatkan? Semoga kabar yang kudengar tidak benar. Hey sayang!! Jagalah kesehatnmu. Bukankah kau berjanji akan menyusul kakakmu ini ke Bandung?
Ingat tidak ketika aku baru pindah kesini, berkali-kali kuajak kau untuk melanjutkan studimu disini, karena memang iniah tempat kita.
Impian kita sama besarnya. Bukankah tempat dimana kau sekarang berada tak cukup mampu menopang impianmu? Andai kau kesini... tak akan ada yang menertawaimu saat kau memakai Revlon itu ke kampus. Atau tak akan ada yang mengira kau sedang sakit saat kau memakai lipstik berwarna nude.
Aku merindukanmu. Segeralah kesini. The Place where we should be..
Aku menarik nafas panjang dan mengakhiri suratku. Pipiku basah. Rasanya tak kuat menanyakan tentang penyakit jantungnya. Kabar yang kudengar dari Rian mengenai penyakit jantungnya membuatku takut. Semoga adikku itu baik-baik saja.
Sebaiknya kutunggu dia menceritakan sendiri padaku.
Bandung, 26/07/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar