Jumat, 27 November 2015

Siapakah Mereka Yang Merugi?

Siapakah mereka yang merugi?
Lihat lah sekitar!
Adakah yang tua tapi tak matang?
Dengan rambut mulai memutih
Umur sudah tak terhitung
Namun kelakuan masih mentah
Ibarat bocah belasan yang tak punya akal
Mudah ditipu gampang dihasud
Seperti wayang yang diatur dalang
Tak susah dibodohi
Tak sulit dipengaruhi
Karena pikiran tak lagi berjalan

Siapakah mereka yang merugi?
Lihatlah sekitar!
Adakah yang lemah tapi rakus?
Yang selalu mengukur bayang-bayang
Menjangkau yang tak seharusnya
Menyentuh yang tak sepantasnya
Membajak sawah orang lain
Menggarap ladang tetangga
Dia yang kepanasan melihat tawa orang lain
Yang senang menebar panas
Yang gemar menepuk debu
Membuat kacau dan kalut
Menghasud sana sini
Mengusik sana sini


Siapakah mereka yang merugi?
Lihatlah sekitar!
Adakah yang bodoh tapi culas?
Menginjak hak orang lain
Menegakkan kepala ketika berjalan
Meninggikan suara ketika bicara
Melenggangkan badan ketika berjalan
Mengakui bahwa keringat orang lain adalah miliknya
Membohongi kiri kanan untuk keuntungan sendiri
Menjual cerita palsu untuk menipu
Menjebak untuk dilihat
Tak tahu tapi tak mendengar
Tak  mengerti tapi tak melihat
Tak paham tapi tak bertanya
Dia yang akan menikam yang dirasa mengusik
Karena pikiran yang tak pernah tinggi
Karena pikiran yang terlalu lemah
Ucapan tak lagi terkendalikan
Tindakan selalu kelewat batas
Dia yang bodoh tapi angkuh



Siapakah mereka yang merugi?
Lihatlah sekitar!
Adakah yang dungu tapi angkuh?
Gemar mengumbar kata
Tentang hebatnya si Aku
Yang sejatinya tak akan jadi aku bila sendiri
Yang tak akan jadi aku bila tak ditopang sana sini
Sesumbar tentang diri
Yang bahkan selalu sendiri
Dijauhi karena kurangnya etika
Diabaikan karena minusnya moral
Senang membuang ucapan
Mengepakkan sayap palsu yang dibuat sendiri
Terlena oleh angan angan akan hebatnya aku yang ternyata semu
Menggaungkan lengkingan yang ternyata samar
Menipu diri sendiri untuk diakui
Membodohi diri sendiri untuk dilihat
Dia yang lupa berpijak meski tak pernah beranjak dari tanah
Dia yang lupa bersandar meski tak pernah jauh dari tembok
Yang bahkan tak bisa berpikir dengan benar

Siapakah mereka yang merugi?
Lihatlah sekitar!
Mereka yang berteman dengan setan
Dibodohi oleh kepentingan
Ditipu oleh kekuasaan
Dikelabui oleh kesempatan

Siapakah mereka yang merugi?
Lihatlah sekitar!
Mereka yang katanya bertuhan
Yang menyerukan kebaikan
Tapi melakukan kebalikan


Siapakah mereka yang merugi?
Lihatlah sekitar!
Mereka yang buta
Mereka yang tuli
Mereka yang bisu

Siapakah mereka yang merugi?
Lihatlah sekitar!
Mereka adalah orang-orang yang lupa.
Lupa bahwa semua ada masanya.
Ada masanya hidup.
Ada masanya mati
Ada masanya berbuat.
Ada masanya bertanggungjawab.

Siapakah mereka yang merugi?
Lihatlah sekitar!
Mereka yang Tuhan biarkan terjebak lebih dalam
Yang tak mempan dengan teguran
Tak belajar dari kesalahan

Siapakah mereka yang merugi?
Lihatlah sekitar!
Mereka yang akan dipenuhi penyesalan.
Lihatlah sekitar!
Mereka yang akan merasakan hilangnya masa yang mereka agungkan.
Mereka yang akan dipenuhi dengan penyesalan.





Kamis, 26 November 2015

Sudah Berproseskah? (Untuk Mahasiswaku)

Sejatinya, sebuah proses dikatakan sukses apabila terdapat delta yang sangat besar antara sebelum dan sesudah proses tersebut. Delta perubahan tersebut diukur dalam rentang waktu tertentu.
Proses belajar pun juga dapat diukur dengan melihat perubahan yang terjadi pada peserta didik sebelum dan setelah prose situ dimulai.
Saya merupakan dosen angkatan pertama di prodi Biologi pada fakultas tempat saya mengajar. Prodi kami yang masih baru ini baru memiliki dua angkatan mahasiswa, 2014 dan 2015. Tidak terlalu banyak jumlah mahasiswanya, sehingga seharusnya tidak akan sulit mengontrol dan terlibat lebih agar mereka dapat berproses dengan baik sehingga nantinya menjadi sarjana yang tak dipandang sebelah mata.

Namun, harapan saya terlalu besar.
Mereka tidak seantusias itu dalam berproses. Khususnya  ini terlihat pada mereka yang sejak awal telah belajar dengan saya.
Semester 3. Rasanya sudah cukup untuk membentuk kebiasaan baru. Membuang perangai-perangai semasa SMA yang kadang nyeleneh dan jauh dari kata sopan.
Namun bagi mahasiswa saya yang tergolong ‘manja’ ini, proses yang seharusnya mereka jalani berjalan dengan tempo yang lambat.

Tentu saja ada yang sudah mulai terlihat memperbaiki sikap dan cara belajar. Ada dari mereka yang sudah mulai mengubah diri. Bersiap bertransformasi.
Jika pada awal semester 1 hanya datang, duduk dan keluar begitu kelas usai, sekarang sudah terlihat mau terlibat, mulai mencatat hal-hal penting yang diterima di kelas dan mulai serius memperhatikan.
Jika sebelumnya ujian selalu berusaha mencontek, sekarang sudah mulai duduk di barisan depan dan mengerjakan sendiri soal ujian atau kuis.
Sebuah perubahan yang patut diapresiasi.

Tidak sedikit dari mereka yang sejak awal sudah terlihat memiliki potensi. Memang memiliki minat yang besar terhadap proses belajar. Berusaha serius dalam mengerjakan setiap tugas. Terlibat dalam diskusi dan terlihat gusar begitu mendapat nilai yang kurang memuaskan.
Mereka golongan mahasiswa yang cenderung banyak bertanya karena ingin mengerti dan mengetahui lebih banyak.

Ada beberapa yang masih sibuk haha hihi petantang petenteng. Hanya memenuhi ruangan kelas. Cengengesan begitu ada hal yang dirasa lucu. Masuk kelas dengan tangan kosong dan duduk dengan santainya selama proses belajar berlangsung seolah semua yang dibahas sudah dikuasai dengan baik. Disaat teman-teman yang lain sibuk mencatat apa yang disampaikan agar tidak lupa, mahasiswa golongan ini bahkan tidak mengeluarkan selembar kertaspun. Entahlah apakah ia memiliki pulpen untuk menulis atau tidak.

Cukup banyak juga yang mengandalkan kemampuan mencontek dan melirik jawaban teman. Di kelas selalu diam namun agresif begitu ada kuis atau ujian. Sibuk berusaha mengeluarkan handphone dari tas untuk mencari jawaban dari pertanyaan yang seharusnya dijawab dengan apa yang diketahui oleh otak mereka.

Bahkan ada yang hanya semangat jika mengurus organisasi tapi letoy ketika berurusan dengan kuliah. Seolah kesuksesan ia berorganisasi akan menjamin ia lulus pada mata kuliah yang seharusnya diikuti dengan baik.

Entahlah kapan mereka baru akan tersentil dan menyadari bahwa apa yang mereka lakukan selama ini hanya membuang waktu dan umur saja. Mereka selalu lupa tugas dan kewajiban sebagai mahasiswa.

Semester 3 bukan lagi waktunya untuk bermalas-malasan. Sudah waktunya mulai meninggalkan kebiasaan lama yang salah dan mulai membentuk kebiasaan belajar. Mulai menjadikan belajar sebagai kebutuhan bukan sebagai kewajiban.

Entah kapan mereka akan mulai membawa tas yang berisi buku atau laptop.
Agak heran begitu mendengar mereka mengatakan tidak membawa laptop ke kampus. Bukankah waktu luang disela sela kelas yang satu dengan kelas yang lain dapat digunakan untuk browsing dan membaca? Bukan sekedar duduk-duduk atau mencontek laporan orang lain.

Tak kalah kagetnya begitu mengetahui bahwa mereka tidak punya satupun buku pegangan selain buku biologi SMA mereka.
Bagaimana mungkin mereka bisa belajar jika tidak memiliki sumber belajar apapun.
Dan hal itu terjadi bukan karena mereka tidak memiliki uang untuk membeli atau mengkopi buku. Tapi karena mereka tidak mau mencari buku yang dapat digunakan sebagai sumber bacaan dan karena mereka takut membaca buku berbahasa inggris.
Masih teringat ketika saya mulai kuliah, hal yang saya lakukan begitu melihat daftar mata kuliah yang akan saya ikuti adalah mencari buku-buku yang bisa saya gunakan sebagai sumber belajar.
Membelinya saya tak mampu. Karena harga buku baru tersebut cukup mahal. Karena itu saya memilih memfotokopi buku-buku tersebut.
Setidaknya saya punya satu buku untuk satu mata kuliah. Bahkan rasanya itu belum cukup, sehingga begitu ada tugas, perpustakaan akan menjadi tempat nongkrong favorit. Setiap minggunya saya meminjam buku dan mengkopi bahan-bahan penting dari buku tersebut.
Tapi itu saya dulu.
Mahasiswa saya tidak begitu.
Ada yang seperti itu tapi lebih banyak lagi yang cuek.
Puas belajar tanpa buku.
Tinggal download dan tugaspun beres.
Tidak perlu susah mencari bahan.
Tidak perlu sulit membaca buku lain.

Entahlah kapan mereka akan mulai berproses.
Entahlah kapan mereka akan mulai serius menjalani perkuliahan mereka.
Entahlah kapan mereka akan mulai sadar akan tugas dan kewajiban.

Ingin rasanya menyuruh mereka berdiam diri sejenak. Merenung dan memikirkan. Perubahan apa yang sudah terjadi pada diri mereka sejak semester pertama hingga saat ini. Sudah sejauh apa mereka berubah. Sudah sebesar apa mereka berproses. Sudah sekeras apa usaha mereka untuk memperbaiki kualitas diri? Sudahkah mereka berproses. Rasanya mereka memang perlu memikirkan hal tersebut. Agar tidak salah langkah terlalu jauh. Agar tidak membuang waktu terlalu banyak.

Tapi rasa terima kasih dan bangga tetap saya berikan kepada mereka yang tetap semangat belajar dan berproses.
Semoga Allah mudahkan jalan kalian.
Semoga Allah jauhkan kalian dari sifat malas.

Aamin.


Memudahkan Urusan Orang Lain

Terkadang kau akan sangat takjub dengan bagaimana cara Tuhan menunjukkan bahwa janjiNya akan selalu ditepati.
Seperti halnya yang selalu kuyakini dari dulu.
Jika kita mempermudah urusan orang lain, maka urusan kita juga akan dipermudah.
Hal ini juga sejalan dengan yang salah satu hadist Rasulullah SAW.

Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba Nya selama hamba Nya itu suka menolong saudaranya
(HR. Muslim, lihat juga Kumpulan Hadits Arba’in An Nawawi hadits ke 36).

Atas dasar itulah sebisa mungkin kuupayakan untuk menolong orang lain bahkan disaat posisiku juga terjepit. Agak sulit memang membedakan niat yang ikhlas dan pamrih.
Karena apabila ketika kita menolong orang lain  terselip harapan agar Allah membalas kebaikan kita dengan pertolongan ketika kita susah, berarti ada pamrih yang tumbuh disana.
Namun jika kita menolong atas dasar mengharap Allah menerima itu sebagai sebuah pahala, insya allah ada ikhlas yang menghiasi.

Amaze.
Begitu menyadari ada orang yang dengan begitu gigihnya berusaha menyelamatkanku dan mencarikan tempat terbaik. Tanpa tendensi apapun. Tidak ada satu keuntunganpun yang diperolehnya dengan melakukan hal tersebut.
Berhutang budi juga tidak, karena rasanya aku tidak pernah melakukan sesuatu yang berharga untuknya.
Yang kusadari selalu berikan hanyalah support agar ia tetap kuat menghadapi serangan kiri kanan yang diterima serta kesedihan yang mendera begitu mengetahui bahwa ia terpaksa menarik diri, mundur dan mengalah dari posisi yang tengah dinikmatinya.
Ya. Seingatku hanya dukungan dan doa saja yang pernah kuberikan. Serta beberapa kali ucapan terima kasih karena ia lah yang lebih banyak memberikan pertolongan padaku.

Ia membawaku pada lingkungan baru yang lebih ‘terhormat’ dan intelek. Tempat dimana aku bisa menggali potensiku lebih dalam dan mengasah kemampuanku agar lebih tajam. Sebuah kesempatan untuk melakukan hal baru dan mengenal orang-orang yang sudah malang melintang dalam dunia yang baru kugeluti.

Syukur.
Terima kasih
Cuma itu yang dapat kuhadiahkan pada Tuhanku dan pada pertolonganNya yang diberikan lewat tangan orang lain.
Kondisi hanya membuatku ingin berbuat lebih banyak. Menolong orang lain semampuku. Membantu orang lain sebisaku. Memudahkan urusan orang lain dengan terus memperbaiki niat.

Alhamdulillah wa syukurillah.
Bersyukurlah maka nikmatmu akan ditambah.

#reminder

#selftalk

Rabu, 25 November 2015

Memori Lama Kita

Kutatap memori lama kita.
Satu persatu masih berbaris rapi di tempatnya.
Pada bagian kecil yang kusebut ‘masa lalu’
Semua tampak indah buatku.
Tak ada lagi penyesalan.
Tak ada lagi amarah
Tak ada lagi kecewa.
Semua lenyap dengan obat yang dihadiahkan oleh sang pemilik hati kita.
Semua hilang disapu sang bayu
Semua sirna dikikis sang waktu

Rasanya baru kemaren dihadirkan sebuah rasa diantara kita.
Yang membuat kita menabrak tembok yang sama sama kita bangun.
Melewati kesepakatan yang sama-sama kita langgar.
Kita membuat persahabatan itu bertransformasi.
Keputusan terburuk yang  pernah kita buat.
Sekaligus keputusan yang menjadi pembelajaran terbaik yang kau hadiahkan untukku.

Masih dapat kuingat ketika kita duduk dan menangis bersama.
Meratapi semua yang kita terima.
Sebagai orang-orang yang belum memiliki sesuatu untuk kita tunjukkan.
Tentang bagaimana hancurnya hati kita akan perlakuan yang kita terima.
Tentang bagaimana kita berusaha sabar menghadapi semuanya.
Saling menguatkan dan membesarkan hati.
Sembari berbisik agar Tuhan menjamah semua doa dan harapan kita.

Kita salah langkah.
Kita terlalu gegabah
Kita terjebak pada perasaan yang hadir karena rasa saling peduli yang begitu besar.
Sesuatu yang harusnya dari awal kita bunuh namun kita biarkan kian kuat.

Kutatap kembali memori lama kita.
Tentang bagaimana kita saling menopang.
Tentang bagaimana kita saling bergantung.
Tentang bagaimana kita saling mendorong.
Agar tetap kuat.
Agar tetap kokoh.
Agar tetap ada.
Agar tetap bersama.

Kutatap lagi memori lama kita.
Masa dimana kau memasuki duniaku dan memiliki tempat istimewa disana.
Berada diantara orang-orang yang kusayang.
Berdiri diantara mereka yang kumiliki.
Bersama dengan mereka yang selalu di dalam pandanganku.
Kubawa kau keduniaku.
Dan kubiarkan kau meninggalkan duniamu.
Sebuah keputusan salah yang kita biarkan terjadi.

Kita terluka. Kita kecewa. Pada dunia yang terkadang tak memihak.
Kita belum mengerti yang kita hadapi.
Kita belum paham yang akan kita jalani.
Bukan salah kau.
Bukan salah aku.
Kita hanya belum siap.
Kita hanya terlalu gegabah mengartikan semuanya.

Kutatap memori lama kita.
Satu persatu masih berbaris rapi di tempatnya.
Pada bagian kecil yang kusebut ‘masa lalu’
Semua tampak indah buatku.
Tak ada lagi penyesalan.
Tak ada lagi amarah
Tak ada lagi kecewa.
Perpisahan yang terjadi hanyalah cara Tuhan menegur kita.
Meminta kembali pada posisi kita dahulu.
Menjadi kau dan aku yang dulu.
Yang sama sama punya impian masing masing untuk diraih.


Kutatap memori lama kita.
Satu persatu masih berbaris rapi di tempatnya.
Pada bagian kecil yang kusebut ‘masa lalu’
Semua tampak indah buatku.
Tak ada lagi penyesalan.
Tak ada lagi amarah
Tak ada lagi kecewa.
Kita bahagia dengan hidup yang kita jalani.
Dengan pilihan yang kita ambil.
Hanya butuh satu lagi keberanian.
Hanya butuh satu lagi sikap satria.
Agar kita dapat saling bertegur sapa.
Mengingat lagi untuk sejenak,
Masa kau memanggil aku sahabat.
Masa aku memanggil mu sobat.
Masa dimana kita belum terluka oleh keputusan yang kita buat.
Hanya butuh satu lagi keberanian.
Hanya butuh satu lagi sikap satria.
Agar kita dapat saling bertegur sapa.

Ya.
Suatu saat nanti.
Semoga.


Selamat Ulang Tahun Ke 26.
Semoga Kau Selalu Bahagia.
Aamiin



Tanya



Tentang tanya yang tak akan pernah terjawab
Kenapa bertemu
Mengapa berpisah
Tentang waktu yang tak bisa diikat
Kenapa hadir
Mengapa beranjak

Tak akan semua tanda tanya akan berjodoh dengan jawabnya
Akan ada yang hanya menggantung tak berpunya
Akan ada yang hanya berlalu
Akan ada yang hanya hilang.. lenyap

Ada beberapa yang terjawab seketika tanya itu terlontar
Ada sedikit yang terjawab begitu tanya itu mulai lelah bergulir
Dan bahkan ada yang terjawab setelah waktu lelah berlalu…
Ada yang terjawab begitu tanya tak lagi butuh jawaban.

Tantang tanya yang tak kan selalu terjawab.
Selalu ada alasan untuk diam
Selalu ada alasan untuk bicara.



Banda Aceh, 24 Nov 2015 08.59

Selasa, 24 November 2015

Kelas Inspirasi (Part 5) How It Comes To…

Ada berbagai macam perasaan yang berkecamuk menjelang dan setelah mulai mengajar di SDN Rumpet tersebut. Kecewa teramat sangat pada inkonsistensi teman-teman yang notabene sudah dewasa dan pada awalnya bersedia menjadi relawan, malah membatalkan kesepakatan tersebut pada hari H. Bukankah itu tindakan pengecut?

Jika diutamakan alasan, semua orang punya alasan untuk membatalkan keikutsertaannya. Jika semua relawan mau, mereka semua bisa mengeluarkan berbagai macam alasan. Begitupun saya, yang seharusnya hari Kamis itu mengajar mata kuliah biologi umum di prodi kimia. Bukanah itu juga sebuah alasan?  Namun ini bukan masalah ada atau tidaknya alasan untuk membatalkan. Disini ada masalah inkonsistensi. Ketidakseriusan.
Tidak pernahkah terpikir bahwa ada anak-anak yang sudah tahu tentang rencana kedatangan relawan ke sekolah mereka, yang berharap akan bertemu beberapa orang baru dan menceritakan pekerjaan mereka, yang akan menghibur mereka untuk sesaat. Tidakkah terpikir akan banyak yang dikecewakan?

Rasa syukurpun menggelayuti tubuh saya sejak pertama kali berbincang dengan guru-guru di sekolah tersebut. Memang benar bahwa saya harus lebih banyak lagi bersyukur. Lebih sering melihat ke bawah, agar lebih banyak menyadari bahwa posisi dan pekerjaan saya jauh lebih baik dibanding guru-guru di SD tersebut.

Mereka nyaris tidak punya waktu istirahat. Dari pukul 7 hingga pukul 1 siang menghandle sendiri kelas tersebut. Mengajar semua mata pelajaran. Tentu sangat melelahkan.
Sementara saya hanya perlu masuk kelas ketika ada jam mengajar. Waktu yang tersisa dapat digunakan untuk mempersiapkan baha ajar, menulis, browsing atau membaca jurnal.
Tanggung jawab yang harus mereka emban juga sangat besar. Mereka harus mengajar dan mendidik anak-anak tersebut “sendirian”. Tanpa pertolongan dari orang tua siswa di rumah.
Bukan tanpa alasan. Anak-anak yang bersekolah di SD tersebut merupakan anak-anak yang berasal dari keluarga yang berpendidikan rendah dan kurang mampu. Orang tua mereka hanya tamatan SD. Pekerjaan merekapun tak jauh-jauh dari petani atau pedagang kecil. Pendek kata, mereka tidak begitu paham pentingnya pendidikan bagi anak. Bagi mereka, sekolah lah tempat mendidik anak. Sekolahlah yang memiliki tanggungjawab untuk mengajar anak mereka. Sehingga mereka tidak perlu terlibat dengan hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan anak-anak mereka.

Orang tua siswa tidak pernah datang jika diundang rapat ke sekolah. Mereka tidak akan hadir jika pihak sekolah meminta mereka berdiskusi tentang pengasuhan anak atau pengontrolan kebiasan belajar anak. Mereka hanya akan hadir di sekolah tersebut jika anak mereka bertengkar dengan temannya. Bukan untuk mendamaikan atau menasehati anak mereka yang terlibat perkelahian, namun untuk memukuli anak mereka di hadapan guru dan siswa lain, dengan tujuan agar si anak tersebut jera.
Bahkan salah seorang guru sempat berkata,”Mereka baru akan datang ke sekolah kalau uang bantuan pendidikan untuk anaknya cair. Bahkan kakek nenek mereka yang sudah mau meninggalpun ikut hadir mengambil uang tersebut”.
Tentu saja sang guru menyampaikan hal tersebut atas dasar kekecewaan yang mendalam kepada orang tua siswa yang hanya menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak mereka kepada sekolah. Bahkan uang yang diperoleh oleh orang tua siswa sebagai bentuk bantuan pemerintah pada anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu, agar dapat dimanfaatkan untuk memenuhi keperluan sekolah sang anak justru digunakan untuk membeli baju si ibu atau beras.

Ada rasa penat dan lelah yang tergambar dari raut wajah guru-guru SD tersebut. Ada rasa terima kasih yang mereka selipkan diantara perbincangan kami. Setidaknya untuk sehari saja, mereka dapat rehat sejenak dan membiarkan anak-anak yang biasa mereka ajar dihibur oleh guru-guru inspirasi mereka.

Kekhawatiran pun tak kalah ingin muncul di wajah keriput guru-guru yang sudah bertahun tahun mengabdikan diri mereka untuk pendidikan.
“Rasanya kami akan percuma mengajar mereka. Karena setelah tamat SD mereka tidak akan menyambung sekolah lagi. Mereka akan nganggur dua tahun lalu menikah. Bahkan orang-orang tua mereka dulunya semua murid saya”. Begitu kata salah seornag guru yang sudah 26 tahun mengajar di SD tersebut.

Bukankah ini sesuatu yang sangat memilukan. Disaat anak-anak yang menamatkan SD berebut memilih masuk ke SMP favorit, anak-anak dari SDN Rumpet justru harus berhenti sekolah karena ketidakadaan biaya dan ketidakpedulian orang tua mereka, dan menikah pada usia yang masih sangat belia.
Bagaimana mungkin mereka dapat mendidik anak mereka dengan baik sementara mereka tidak memiliki pendidikan yang mumpuni?

Lelah yang saya rasakan selama melayani tunas-tunas Indonesia tersebut membawa saya kembali pada awal tahun 1996 hingga 2001ketika saya menjadi siswa sekolah dasar. Senang rasanya dapat menangkap dengan jelas memori masa itu sehingga dapat saya simpulkan bahwa saya bukanlah siswa yang nakal atau malas. Selama bersekolah, saya selalu menjadi siswa yang aktif, rajin, dominan dan tentu saja juara kelas. Saya bukanlah siswa yang suka membuat keributan atau kegaduhan di kelas. Bahkan dapat dibilang bahwa saya siswa kesayangan guru-guru SD saya.

Tidak dapat saya bayangkan apa yang akan saya rasakan setelah mengajar di SDN Rumpet tersebut jika dulunya saya adalah siswa yang nakal dan malas. Mungkin saya akan langsung pulang ke Bukittinggi, mencari guru-guru saya ketika SD, menangis-nangis dan meminta maaf karena telah menjadi siswa yang malas dan nakal.
Karena sungguh, mengajar siswa sekolah dasar merupakan pekerjaan yang sangat berat untuk dilakukan. Membutuhkan kesabaran luar biasa dan suara ekstra.
Anda tidak mungkin membentak mereka jika mereka ribut. Anda tidak mungkin memukul mereka jika mereka salah. Anda tidak mungkin mengusir mereka jika mereka berkelahi. Karena bukan begitu cara mendidik yang baik.

Rasa terima kasih dan penghargaan yang setingi-tingginya saya berikan kepada Bapak Ibu Guru dan teman teman yang mengabdikan diri mereka untuk mengajar di sekolah dasar. Saya tidak akan mampu seperti kalian. Jika negara ini tidak dapat memberikan penghargaan lebih atas kesabaran dan kekuatan kalian dalam menjalani tugas, semoga Allah SWT menggantinya dengan pahala yang tak terkira.
Pekerjaan yang kita pilih insya allah sudah tepat. Hanya tinggal mewarnainya dengan niat ikhlas dan basmalah setiap memulai pekerjaan tersebut.

Entahlah siswa siswi SDN Rumpet tersebut terinspirasi atau tidak dengan kedatangan kami kesana. Butuh waktu bertahun tahun dulu untuk membuktikan hal tersebut. Berpengaruh atau tidaknya kunjungan sehari tim Kelas Inspirasi tersebut hanya akan terlihat nanti. Ketika mereka telah menamatkan studi di SDN Rumpet. Namun yang pasti, saya merasa bahwa sayalah yang terinspirasi oleh mereka. Oleh kesabaran guru-guru SD tersebut. Oleh kondisi sekolah tersebut.
Bahwa terkadang kita lupa bersyukur.
Bahwa terkadang kita lupa melihat ke sekitar kita.
Betapa banyak orang-orang yang membutuhkan bantuan.
Betapa banyak mereka yang bahkan tidak punya kesempatan untuk bermimpi.

Mengajar mereka membuat saya mensyukuri apa yang Allah berikan kepada saya.
Keluarga saya tidak sempurna. Bukan pula dari keluarga kaya yang bergelimang harta.
Tapi Allah memberikan kesempatan kepada saya untuk dididik dengan kasih sayang oleh nenek sejak umur 2 tahun hingga beliau meninggal dunia ketika saya berumur 8 tahun. Nenek yang mengajarkan saya untuk menjadi anak yang baik. Untuk selalu menolong orang-orang di sekitar saya. Untuk menyenangi belajar. Untuk selalu datang ke sekolah dan menjadi yang terbaik.
Ya! Saya tidak akan pernah lupa masa –masa kecil saya yang sangat menyenangkan itu. Masa dimana kecintaan saya terhadap belajar mulai terbentuk. Masa dimana beliau mengajarkan saya bahwa saya harus mengejar cita-cita saya.


Mengajar mereka membuat saya sadar, bahwa dengan bekerja pada bidang pendidikan belumlah cukup sebagai bukti bahwa saya peduli pada pendidikan di negara ini.
Saya harus terlibat lebih.
Berbuat lebih.
Bukan hanya karena ada uang yang didapat setelah mengajar.
Tapi karena keinginan untuk turun tangan dan melukis harapan untuk anak-anak Indonesia yang terabaikan dan kurang beruntung.

Mari berbuat lebih banyak teman!

Sampai Jumpa pada Kelas Inspirasi Tahun Depan!

Senin, 23 November 2015

Kelas Inspirasi (Part 4) Hari Inspirasi


Rabu

Saya masih belum mengisi kertas lesson plan yang diberikan oleh fasilitator pada hari briefing. Padahal seharusnya kertas tersebut sudah berisi tulisan tulisan yang menggambarkan apa saja yang akan saya lakukan di kelas.

Terlalu banyak ide. Terlalu banyak hal yang ingin dilaukan hingga saya bingung harus memilih yang mana.
Waktu yang cukup sempit sedikit membuat gelisah. Terlebih mengingat dari siang hingga pukul 6 sore saya harus mengajar di kampus. Maka siang hari saya sempatkan untuk berselancar di youtube dan melihat video teman-teman dari daerah lain yang telah mengikuti kegiatan yang sama.

Ada 3 hal yang harus dilakukan seorang inspirator di dalam kelas. Pertama, melakukan opening atau pembukaan. Kegiatan ini meliputi ice breaking agar perhatian anak-anak tertuju padanya hingga penjelasan tentang apa yang akan dilakkan pada 30 menit tersebut. Kedua, menyampaikan pokok pengajaran. Pada sesi ini, inspirator harus menyampaikan inti konten pengajaran hingga menjembatani dengan pesan-pesan yang mudah dipahami sang anak. Boleh menggunakan media gambar, boneka, atau membawa benda-benda yang berkaitan dengan pekerjaan dari inspirator tersebut. Misal, seorang pilot dapat membawa replika pesawat untuk membantu menjelaskan apa dan bagaimana pekerjaannya kepada anak-anak. Anak-anak pada usia sekolah dasar memang umumnya berada pada rentang usia 6 – 12 tahun. Anak-anak pada rentang usia tersebut berada pada tahap perkembangan kognitif yang disebut concrete operational. Artinya, mereka hanya mampu berpikir tentang konsep-konsep yang konkrit.Oleh karena itu, teknik pengajaran harus menggunakan contoh-contoh konkrit, misalnya dengan foto, alat peraga, atau analogi yang mudah dimengerti. Semakin kecil usia anak, pengajaran harus semakin kongkrit. Hal ketiga yang harus dilakukan oleh inspirator di dalam kelas adalah melakukan penutup. Sesi ini meliputi recap terhadap apa yang telah disampaikan serta melakukan penutupan yang menarik. Baik berupa yel-yel penyemangat hingga mengajak bernyanyi.

Malam selepas maghrib saya mulai mempersiapkan ini itu yang akan saya bawa esok harinya. Saya memutuskan untuk menggunakan media gambar untuk menjelaskan mengenai pekerjaan saya dan menggunakan games susun kata untuk menjelaskan kepada anak-anak cara menjadi seperti saya.

Saya mengetik kata-kata yang harus mereka susun dengan ukuran yang sangat besar, kemudian memprint dan menempelkannya pada kertas yang lebih tebal.
“Ini akan menarik”. Pikirku.

Pukul 22.35  saya masih belum selesai menempelkan kata-kata yang telah saya cetak, print dan gunting pada kertas karton.

Antusias. Hanya itu yang saya rasakan malam itu. Terlebih ketik membaca chat-chat dari teman-teman inspirator yang juga sudah tidak sabar untuk datang ke sekolah mereka masing-masing.

Kamis

Ada 19 sekolah dasar di daerah Banda Aceh dan Kab. Aceh Besar yang menjadi tujuan para inspirator dan SDN Rumpet yang berlokasi di daerah Lamyong merupakan tujuan saya.
Pukul 05.00 saya sudah bangun tidur dan mengecek lagi persiapan yang akan saya bawa ke sekolah. Merasa akan sedikit terlambat datang ke lokasi yang dijanjikan untuk menjadi tempat pertemuan, saya terlebih dahulu mengabarkan kepada fasilitator (Husna) dan co fasilitator (Afa) bahwa saya akan terlambat beberapa menit. Menurut perkiraan saya, baru pukul 07.40 saya akan sampai di tempat janjian kami. Mengingat saya harus berberes terlebih dahulu.

07.38 saya sudah sampai di depan Zakir Kopi. Sepi. Dingin. Sedikit gerimis. Tidak ada satu orangpun inspirator terlihat. Mulai panik. Apa mereka sudah pergi ke sekolah? Atau memang belum satupun yang datang. Tanpa pikir panjang, saya langsung mengirimkan pesan ke chat group SDN Rumpet untuk menanyakan keberadaan Husna, Afa dan inspirator lainnya.

“Kaak,, kok cepet banget datangnya? Kan kita janjiny jam 7.15. Tunggu ya Kak, Husna baru mau jalan kesana”. Begitu isi pesan Husna yang kuterima.

Sedikit malu.
Rupanya saya melewatkan SMS yang dikirim pada hari sebelumnya mengenai perubahan waktu untuk berkumpul. Saya hanya mengingat kesepakatan yang dibuat pada hari briefing, bahwa kami berkumpul pukul 06.30 WIB. Alih-alih belum smepat sarapan sebelum berangat, saya memutar arah kendaraan dan menuju tempat orang menjual nasi gurih. Menyempatkan diri sarapan agar punya energi untuk menjalani hari yang saya tunggu dari beberapa minggu sebelumnya.

Pukul 07.00 saya kembali ke lokasi tempat kami seharusnya berkumpul. Belum ada satu orang pun yang datang. Hingga beberapa menit kemudian Afa datang, diikuti dengan salah seorang relawan dokumentasi yang bernama Sarah.
Sedikit kesal mendengar apa yang disampaikan oleh Afa, bahwa guru komputer yang datang pada hari briefing membatalkan untuk mengikuti kegiatan KI dikarenakan sedang sakit. Sedangkan bidan yang dari awal memang tidak memberikan konfirmasi apapun, sudah dapat dipastikan juga tidak akan hadir. Tersisa 4 orang inspirator.

Sembari menunggu Husna dan inspirator lain hadir ke tempat tersebut, lagi-lagi saya dibuat kesal dengan kabar yang diberikan oleh 2 orang inspirator lainnya. Officer gadai dan pemadam kebakaran tersebut juga tidak dapat hadir karena ada urusan pekerjaan.
Okay!
Alasan yang bagus.
Bukankah relawan yang mendaftar di acara KI ini sudah diminta sejak awal untuk cuti sehari dari pekerjaannya guna datang ke sekolah dan memberi inspirasi?
Jika dibilang ada pekerjaan, bukankah semua yang menjadi insoirator juga orang yang bekerja?
Apapun alasan mereka. Dimata saya mereka hanya orang-orang dewasa yang tidak konsisten dan tidak berkomitmen dengan apa yang mereka katakan dan sepakati sebelumnya.
Memang tidak pantas menjadi inspirator sama sekali.

Pukul 07.15 Husna datang. Dan hanya saya sendiri inspirator yang muncul. Pak Wibowo yang berprofesi sebagai TNI tidak terlihat batang hidungnya. Baiklah. Kami memutuskan langsung menuju ke SDN Rumpet dengan rasa kecewa yang besar kepada inspirator lainnnya.

Di SDN Rumpet

Memasuki gerbang sekolah yang berjarak 10 menit dari jalan raya tersebut, saya disambut oleh tatapan polos anak-anak SD yang terlihat sangat rapi dengan seragam hitam putih dan dasi. Siswi-siswi tersebut juga kelihatan tidak kalah rapi dan sopan dengan kerudung putih yang mereka kenakan.

Semua mata itu tertuju pada saya. Ada yang berbisik-bisik. Ada yang tersenyum. Ada yang melambaikan tangan. Bahkan ada yang hanya menatap tanpa ekspresi. Saya berdiri di halaman sembari menunggu Husna dan Afa menjelaskan kondisi kami kepada pihak sekolah. Hanya saya sendiri inspirator yang hadir dari 6 orang inspirator yang seharusnya datang ke sekolah tersbeut.

Dalam sambutannya pada upacara pembukaan acara KI, kepala sekolah SDN Rumpet menyampaikan kekecewaanya kepada panitia KI yang terkesan tidak serius mengadakan acara ini, terbukti dengan memilih inspirator yang tidak konsisten.

Kekecewaan tersebut dapat saya maklumi. Terlebih jika melihat raut wajah anak-anak yang terlihat lesu begitu disampaikan bahwa isnpirator yang lain tidak dapat hadir.
Hampir setengah jam siswa-siswi tersebut berdiri di halaman sekolah. Saya yang berdiri di hadapan mereka melihat ada begitu banyak siswa yang terlihat bosan dan mengantuk. Terlebih apa yang disampaikan oleh kepala sekolah mereka bukanlah ditujukan kepada mereka, melainkan kepada tim KI. Pendek kata, mereka tidak mengerti dengan apa yang disampaikan oleh kepsek tersebut.
Begitu microphone diserahkan oleh mc kepada saya, dan disuruh untuk memperkenalkan diri, saya memilih maju beberapa langkah dan mulai memecah keheningan. Mengucapkan salah dengan penuh semangat hingga mereka semua terkaget dan terlihat bersemangat. Terlebih ketika saya mulai berdialog dengan mereka. Semua terlihat antusias.
Rasa bosan mereka benar-benar terlihat lenyap begitu saya memperkenalkan ‘salam selamat pagi’. Semua siswa berusaha menirukan agar dapat menjawab salam selamat pagi saya dengan benar.
Dan begitulah.
Setidaknya saya berhasil membuat mereka penasaran dengan profesi saya sebagai dosen dan menantikan kehadiran saya ke kelas mereka.

Pertolongan bagi tim KI SDN Rumpet datang ketika sekolah tersebut mendapat inspirator dadakan dari TNI dan beberapa orang dosen dan guru yang merupakan teman dari kepala sekolah. Rupanya mereka dihubungi oleh kepala sekolah agar dapat membantu kegiatan KI di sekolah tersebut dapat tetap berjalan.
Akibat kekurangan inspirator, terpaksa ada kelas yang digabung. Kelas 1 dan kelas 2 digabung menjadi satu kelas. Sehingga total ada 5 kelas yang harus kami masuki.
Kondisi tersebut sama sekali tidak mengurangi antusiasme saya. Terlebih mengingat saya telah mempersiapkan ini itu, baik itu yel-yel, salam, games dan lagu yang ingin saya bagi dengan anak-anak di sekolah tersebut.

Kelas yang pertama kali saya masuki adalah kelas 1 dan 2 yang telah digabung. Ada sekitar 20 orang anak-anak dalam kelas tersebut. Monster kecil. Begitu sebutan yang diberikan oleh para inspirator kepada anak-anak yang duduk di bangku kelas 1 dan kelas 2, karena terkenal sebagai kelas yang paling sulit untuk dikondisikan.

Di depan pintu, saya mengeluarkan peralatan tempur saya. Masuk kelas sambil membawa karton bertuliskan ‘DOSEN’.
Mereka semua hening, seolah menunggu apa yang akan saya lakukan.
“Bu Ayu! Bu Ayu! Selamat Pagi Cus!” Teriak salah seorang anak.
Oke! Mau salam selamat pagi ya?
“Iyaaa Bu!!” Jawab mereka sambil berteriak.

Setelah mengawali kelas tersebut dengan membaca salam, saya mulai membimbing mereka melakukan salam selamat pagi.
Satu persatu, gambar yang telah saya persiapkan, games dan lagu yang telah saya susun ulang liriknya saya ajarkan kepada mereka.
Mereka bukan monster kecil. Bukan anak-anak yang susah diatur.Hanya anak-anak yang ingin terlibat. Ingin ikut serta pada setiap kegiatan yang dilakukan. Tapi memang. Suara mereka sangat nyaring. Rasanya tidak akan bisa menyaingi lengkingan suara mereka. Saya kalah suara meski saya tak merasa mereka sulit untuk diatur.

Tiga puluh menit berlalu begitu cepat. Sayangnay saya tidak diizinkan untuk menambah beberapa menit lagi untuk berada di dalam kelas. Namun saya cukup puas, karena bisa menghadapi kelas pertama dengan baik.
Guru kelas tersebut menghampiri saya, “Bu Ayu! Anak-anak itu mau belajar sama Ibu. Tambah aja waktunya sedikit lagi Bu.”
Tentu saya permintaan tersebut tidak akan saya tolak, namun fasil dan co fasil saya tidak memberikan waktu lebih sehingga saya harus segera keluar kelas karena aka nada inspirator lain yang masuk ke kelas tersebut.

Respon yang tidak kalah manisnya saya peroleh ketika saya masuk ke kelas 3 dan 4. Anak-anak tersebut sangat bersemangat dan senang dengan kehadiran bapak ibu guru dadakan mereka. Semacam ada suasana baru mengingat selama ini mereka hanya diajar oleh satu orang guru. Ya. Hanya ada satu orang guru untuk satu kelas.

Hari Inspirasi tersebut diakhiri dengan berkumpulnya siswa siswi SDN Rumpet dan menuliskan cita-cita mereka pada kertas. Kami sepakat untuk menggantungkan cita-cita yang mereka tulis pada pohon mangga yang tumbuh di halaman sekolah tersebut.


(to be continued…)

Kelas Inspirasi (Part 3) Briefing


Dan benar. Ada nama saya pada daftar relawan Kelas Inspirasi. Secara resmi saya terpilh menjadi salah seorang relawan yang akan datang ke salah satu SD di Banda Aceh dan Kab. Aceh Besar pada Hari Inspirasi yang jatuh pada tangal 19 November 2015.
SDN Rumpet. Begitu nama sekolah yang akan menjadi tujuan saya di Hari Inspirasi. Ada 5 orang inspirator yang akan datang ke sekolah tersebut, dosen, officer gadai, TNI, pemadam kebakaran, dan guru.

Rasanya seperti memenangkan sesuatu. Memenangkan kesempatan untuk berkontribusi dan membuat pahala. Insya Allah.
Namun sebelum terjun sebagai inspirator, semua relawan yang terpilh harus menghadiri Briefing yang dilaksanakan pada tanggal 15 November 2015 yang berlokasi di Gedung PMI Banda Aceh. Tentu saja saya hadir dalam kegiatan tersebut. Sengaja mengosongkan jadwal mengajar di Nurul Fikri dan meminta izin agar bisa mengikuti kegiatan yang merupakan semacam pembekalan untuk para inspirator.

Ada sekitar 150 orang inspirator yang terpilih dari sekian banyak yang mendaftar. Berbagai macam orang dengan berbagai macam pekerjaan berkumpul pada ruangan yang tidak begitu luas tersebut. Hanya dibantu dengan dua kipas angin agar tidak terlalu panas, mengingat kami harus berbagi oksigen dan saling menghembuskan karbondioksida.

Tapi suasana sempit dan pengap tersebut buat saya semacam suara nyamuk yang tak begitu penting. Saya fokus menatap layar yang menampilkan video-video teman-teman di Jawa Timur yang lebih dahulu melakukan kegiatan Kelas Inspirasi. Ada banyak tips yang saya peroleh dari video tersebut. Setiap cuplikan gambar menampilkan senyum sumringah anak-anak SD yang seolah bergembira dengan kedatangan ‘bapak dan ibu guru dadakan’ tersebut.

Relawan nol rupiah. Begitulah sang MC memanggil kami. Karena benar kami tidak mengeluarkan satu rupiahpun untuk mengikuti kegiatan ini. Tidak pula dibayar satu rupiahpun. Semua bermodalkan keinginan dan kemauan untuk terlibat.
Pada kesempatan tersebut para relawan diberitahukan apa saja yang harus dilakukan selama di kelas, berapa waktu yang dapat digunakan serta tips dan trik untuk mengendalikan anak-anak di kelas.
Siapa Aku?
Apa pekerjaanku?
Apa yang aku lakukan ketika bekerja?
Apa manfaat aku bagi masyarakat?
Bagaimana cara menjadi aku?

Merupakan poin-poin penting yang harus disampaikan kepada anak-anak di dalam kelas. Tentu saja dengan harapan agar setelah kedatangan inspirator tersebut, mereka menjadi punya tambahan pilihan untuk cita-cita mereka. Jika sebelumnya mereka hanya kenal guru dan dokter sebagai pilihan cita-cita, setelah Hari Inspirasi diharapkan mereka memiliki banyak pilihan serta tahu bagaimana cara untuk mewujudkan cita-cita tersebut.

Masing-masing inspirator hanya memiliki waktu 30 menit untuk masing-masing kelas yang dimasuki. Dalam kurun waktu tersebut, semua poin poin yang ditekankan di atas sudah harus tersampaikan kepada anak-anak. Entahkah menggunakan metode reka adegan, diskusi, ceramah dan metode lain. Inspirator bebas menentukan metode apa yang akan digunakan untuk mengajar. Namun kami disarankan untuk menggunakan alat peraga, baik berupa gambar, tulisan bahkan boleh menggunakan lagu.

Pertemuan pada hari itu ditutup dengan duduk bersamanya para inspirator yang akan menuju sekolah yang sama. Sayangnya untuk inspirator yang akan menuju SDN Rumpet, tidak semuanya hadir. Hanya saya, TNI, officer gadai dan guru komputer yang datang 30 menit sebelum briefing berakhir.
Kami mendengarkan pemaparan fasilitator dan co fasilitator untuk SD tersebut yang telah terlebih dahulu melakukan survey untuk mengetahui kondisi sekolah dan anak-anak yang belajar disana.
Begitu briefing selesai, saya masih belum tahu pasti apa yang akan saya lakukan dna metode apa yang akan saya gunakan nanti. Ada begitu banyak ide di kepala saya.
Satu hal yang pasti…
Cant wait that day :D

(to be continued…)




Kelas Inspirasi (Part 2) Pengumuman Relawan Terpilih


Bisa dibilang saya termasuk orang dengan rasa penasaran yang tinggi. Cenderung tidak sabar dalam menunggu sesuatu. Karena memang menunggu adalah hal yang sangat membosankan untuk dilakukan. Pun demikian ketika saya harus menunggu tanggal pengumuman seleksi Kelas Inspirasi tersebut. Sebuah email yang masuk berhasil membunuh rasa bosan saya menunggu. Menurut isi pesan tersebut, saya terpilih menjadi salah seorang inspirator, namun pengumuman resminya akan tetap dirilis pada tanggal 5 November 2015. Horee!!!

Hal tersebut masih tetap belum bisa membuat rasa penasaran saya untuk membuka alamat website pada hari yang saya tunggu. Ingin melihat ada nama saya pada terselip diantara nama-nama teman-teman yang juga memiliki keinginan yang sama. Meski saya tidak benar-benar tahu tujuan mereka ingin terlibat dalam kegiatan tersebut.

Bagi saya, kegiatan ini semacam wadah untuk dapat berbuat lebih. Mencoba melakukan hal yang mampu saya lakukan bagi pendidikan. Tidak ada jaminan bahwa saya akan dapat mengubah apapun. Namun tidak lebih buruk daripada hanya berdiam diri atau berkoar koar di media sosial tentang kepedulian terhadap pendidikan. Jika memang peduli, bergeraklah. Jika memang peduli, lakukan sesuatu. Ya, itulah niat awal saya ingin menjadi relawan inspirasi sebelum saya akhirnya juga mengetahui bahwa ini juga merupakan salah satu bentuk perwujudan tridharma seorang dosen, pengabdian.

Saya amati satu persatu nama yang tertera pada laman tersebut. Tidak ada Ayu Nirmala Sari pada deretan nama tersebut. Panik. Kenapa bisa berbeda dengan isi email sebelumnya. Tentu saja langsung kutanyakan perihal tersebut kepada nomor kontak panitia yang bisa dihubungi.
“Maaf Kak, nama-nama pada laman tersebut adalah relawan yang terpilih sebagai dokumentator. Untuk informasi realwan inspirasi akan dirilis besok”.

Seketika panik tersebut sirna. Hanya butuh satu hari lagi untuk bersabar.  Timbul pertanyaan, apakah teman-teman lain yang jug menunggu pengumuman tersebut memilik antusias yang sama? Atau hanya saya yang agak kelebihan semangat untuk terlibat pada kegiatan tersebut ?

Entahlah.

(to be continued...) 


Kelas Inspirasi (Part 1) Pendaftaran


Di tengah kesibukan menyiapkan bahan ajar untuk kuliah, saya membaca sebuah pesan yang dikirim ke group chat  oleh salah seorang tentor di tempat saya menjadi freelancer. Ia yang merupakan salah seorang panitia dalam acara tersebut mengabarkan bahwa di Banda Aceh untuk pertama kalinya akan diadakan kegiatan Kelas Inspirasi.

Saya sumringah sekali membaca pesan tersebut. Akhirnya! Acara yang dari dulu ingin saya ikuti tersebut diadakan di Banda Aceh, tempat saya  bermukim sekarang. Tentu saja tanpa pikir panjang, langsung saya buka alamat website yang disertakan pada pesan yang ia kirim. Ada beberapa isian yang harus saya isi. Baik itu berupa data pribadi, hingga alasan kenapa saya bersedia menjadi relawan inspirasi (inspirator) pada kegiatan tersebut.

Kelas Inspirasi merupakan sebuah kegiatan yang digagas oleh teman-teman dari Gerakan Indonesia Mengajar yang bertujuan memberi kesempatan kepada orang-orang untuk berkontribusi langsung pada dunia pendidikan di Indonesia. Mereka yang sudah bekerja dan bersedia cuti sehari pada Hari Inspirasi, akan datang ke sekolah-sekolah, mengajar dan memberi inspirasi kepada adik-adik yang bersekolah di SD tersebut mengenai cita-cita mereka. Membangun impian mereka. Mengajarkan kepada mereka bagaimana caranya mewujukkan cita-cita mereka. Serta tentu saja meyakinkan mereka bahwa semua cita-cita itu dapat mereka wujudkan. Tidak ada yang tidak mungkin.

Dengan mantap, saya mengisi kolom-kolom kosong pada laman pendaftaran website tersebut. Sembari menyelipkan harapan bahwa saya terpilih menjadi salah satu inspirator. Saya ingat betul informasi pada website tersebut bahwa pengumuman nama-nama yang terpilih menjadi inspirator akan dirilis 5 November 2015.


(continued...)

Sabtu, 21 November 2015

STOP OMDO! DO SOMETHING PLEASE!

Coba perhatikan timeline facebook teman-teman kalian.
Bukankah banyak dari postingan tersebut yang menggambarkan bahwa mereka peduli dengan pendidikan di Indonesia.
Bahwa mereka miris melihat potret pendidikan di negara kita ini.
Bahwa mereka mengutuk pemerintah yang acuh tak acuh terhadap dunia pendidikan.

Saya acungi jempol untuk itu!
Lalu apa?
Apa yang mereka lakukan setelah itu?
Apa yang kalian lakukan setelah itu?
Selesaikah masalah hanya dengan ngepost status tentang kepedulian tapi tidak melakukan apapun?
Tidak!!!

Berhentilah jadi manusia yang hanya kebanyakan omong.
Manusia yang hanya suka mengumpat.
Manusia yang hanya suka mengkritik tapi tidak pernah memberi solusi.
Manusia yang hanya suka berkomentar tapi tidak pernah menjadi solusi.

Jika kalian memang peduli.
Bergeraklah.
Bekerjalah di bidang pendidikan.
Entahkah menjadi guru SD, SMP, SMA, dosen, tentor, atau yang lainnya.
Tapi kalian harus siap dengan tanggung jawab besar yang diletakkan di pundak kalian.
Gajinyapun tidak sebesar pegawai BUMN atau pegawai swasta.

Jika tidak tidak sanggup menjalani pekerjaan tersebut, kalian bisa kok berbesar hati meluangkan waktu untuk sehari saja, datang ke sekolah-sekolah dan menyumbangkan tenaga dan ilmu untuk mengajar adik-adik disana. Coba saja dari tingkatan sekolah paling rendah, SD.
Hanya sekedar membantu mereka membaca, menulis atau belajar kabataku.
Atau jika punya kemampuan lebih, kalian bisa datang ke SMP dan mengajarkan apa saja hal baik yang kalian tahu.
Atau sekedar memberi “suasana baru’ untuk adik adik disana.
Atau kalian bisa mengumpulkan buku-buku pelajaran yang masih bisa dipakai dan disumbangkan ke sekolah-sekolah.
Atau bisa juga dengan membelikan seragam baru untuk adik adik kita yang harus ke sekolah mengenakan baju lusuh mereka.
Banyak kok teman-teman!
Banyak yang dapat kita lakukan untuk berkontribusi nyata dalam dunia pendidikan.
Banyak yang mampu kita lakukan selain hanya berkoar koar dan mengutuk pemerintah.

Akupun sedikit tergelitik melihat antusias pemuda pemudi Indonesia yang berlomba-lomba mendaftar program Menyapa Negeriku yang pernah dishare melalui website resmi dikti.

Kemristekdikti mengajak kamu untuk mengunjungi berbagai daerah di Tanah Air melalui kegiatan “Menyapa Negeriku”. Selama maksimal enam hari (disesuaikan dengan jadwal penerbangan dan lokasi), peserta kegiatan akan melihat langsung potret pendidikan Indonesia melalui petualangan seru dan mengasyikkan. Tidak hanya itu, peserta juga akan diajak berpartisipasi untuk berbagi inspirasi di wilayah yang dikunjungi, bisa dengan berbagi cerita maupun menularkan berbagai keahlian kepada masyarakat dan pelajar setempat.
Peserta Menyapa Negeriku akan didampingi alumni Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T), yang selama setahun telah mengabdi sebagai guru di pelosok negeri. 
Kegiatan ini dijadwalkan dengan daerah tujuan sebagai berikut:
1. Kabupaten Simelueu, Aceh Barat
2. Kabupaten Aceh Timur, Aceh
3. Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau
4. Kabupaten Berau, Kalimantan Timur
5. Kabupaten Siau Tagulandang Biaro (Sitaro), Sulawesi Utara
6. Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT)
7. Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT)
8. Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat
9. Kabupaten Sorong, Papua Barat
10. Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat
11. Kabupaten Jayawijaya, Papua
Berminat menjadi peserta Menyapa Negeri? Pastikan kamu memenuhi persyaratan berikut:
1. Warga Negara Indonesia (WNI)
2. Terbuka untuk semua kalangan dan profesi
3. Pendaftar kategori Umum: pria/wanita berusia 18-27 tahun
4. Pendaftar kategori profesional: pria/wanita berusia 18-35 tahun
5. Sehat jasmani dan rohani, serta bisa tinggal beberapa hari di pedalaman
6. Bersedia mendokumentasikan pengalaman perjalanan selama program Menyapa Negeriku untuk dibukukan dan berbagi di sosial media yang dimiliki.
Fasilitas:
1. Semua biaya perjalanan ditanggung sepenuhnya oleh Kemristekdikti
2. Uang saku selama program Menyapa Negeriku
3. Penginapan dan akomodasi
4. Tulisan terpilih milik peserta akan masuk dalam buku Menyapa Negeri
5. Seragam
6. Asuransi
7. Sertifikat
Unduh dan lengkapi formulir pendaftaran berikut serta kirimkan ke email layinberdaya@ristekdikti.go.id, diterima paling lambat 20 November 2015.
Nama peserta yang lulus seleksi akan diumumkan 20 November 2015 pada website ristekdikti.go.id dan media sosial @dikti. Peserta terpilih akan diundang mengikuti workshop pembekalan pada 29-30 November. Sedangkan pelaksanaan Program Menyapa Negeriku pada 5-10 Desember 2015.
Ayo, segera mendaftar, ya!
Unduh Formulir Pendaftaran Peserta Program Menyapa Negeriku

Sempat mengikuti twitter dengan hashtag #Menyapa Negeriku.
Kubaca satu persatu tweet yang dipost oleh pengguna jejaring sosial tersebut. Isinya senada. Betapa berharapnya mereka untuk terpilih agar bisa berkontribusi dalam dunia pendidikan dan memajukan pendidikan di daerah terpencil.
Semuanya menggambarkan bagaimana mereka peduli dengan pendidikan di Indonesia dan berharap terpilih.
Ada 50.000 pelamat yang berharap terpilih untuk mengikuti program tersebut, dan hanya 44 orang dari seluruh Indonesia yang akan diilih.


Timbul pertanyaanku

“Jika program Menyapa Negeriku tersebut tidak dibayarkan oleh pemerintah, tapi harus dibayar sendiri oleh pelamar. Apakah mereka akan seantusian itu? Apakah pelamarnya akan menembus angka 50.000?”

Think again!

STOP OMDO!
DO SOMETHING IF YOU REALLY CARE!