Ia hadir dalam diam.
Ia datang pada senja yang
temaram.
Mengendap-endap perlahan,
menyisip relung hati yang mulai kelam.
Dengan ritme yang pelan dan tempo yang lambat, ia
berpendar.
Menerangi sudut-sudut hampa yang
mulai berdebu.
Memberi kehangatan pada
dinding-dinding yang basah yang mulai membeku.
Ia hadir bak penyejuk pada tanah
tanah gersang yang kian tandus.
Tanpa diundang.
Tanpa dinantikan.
Ia hadir kapan Penguasanya
berkata “Hadir!”.
Tumbuh ketika Penguasanya berkata
“Tumbuh!”
Sebagian menolak. Sisanya mensyukuri.
Sejatinya ia putih, tak bernoda
karena ia anugerah.
Dan seyogyanya ia menentramkan,
mendamaikan karena ia hadiah.
Namun harapan yang dibangun
bertubi tubi akan hari esoknya membangun ilusi yang menipu.
Banyak yang karam dalam berharap.
Tak sedikit yang hanyut dalam berangan.
Ia yang hadir dalam diam, yang
mengendap perlahan, bukanlah penyakit yang mematikan.
Ia hanyalah ujian.
Jiwa yang rapuh kalah
menghadapinya.
Jiwa yang kuat bersuka cita akan
hadirnya.
Dan begitulah, orang orang
menyebutnya CINTA.
Ia yang hadir dalam diam, yang
mengendap-endap perlahan.
Banda Aceh, 2 November 2015
14.40 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar