Kamis, 27 Agustus 2015

Aku, Beruang Madu, Nyai Muram, Kambing Bodoh dan Nona Gembul

Ironi memang bila kita meminta pendapat pada seseorang yang bahkan tak bisa mempertahankan hubungan yang dijalaninya.

Entahlah, aku seperti sudah terdoktrin dengan kata-kata ustad yang sering kudengar sejak  masih memakai seragam merah putih, “Allah memberi kita dua telinga dan satu mulut agar kita lebih banyak mendegar dari pada berbicara”.
Ya,, karena itulah aku selalu menjadi tong sampah masalah teman-temanku. Dan jujur, aku menikmatinya. Mencoba mengambil sesuatu dari apa yang kudengar. Setidaknya, melatih kesabaran menghadapi keluhan-keluhan dan rengekan mereka yang butuh didengarkan sekaligus dihibur atau malah diberi saran. Tak munafik, akupun terkadang berada di posisi mereka. Mengeluh dan menangis untuk hal-hal remeh yang menurutku perlu untuk di ceritakan.

Namun, ada saat dimana aku merasa menjadi pendengar yang begitu konyol. Disaat aku hharus mendengarkan curhatan sahabat-sahabatku tentang percintaan mereka, sementara,, hey! Aku bahkan tak bisa mempertahankan hubungan yang kujalani sendiri.
Yaik! Menyebalkan mengetahuinya,, hmm,, atau lebih tepatnya, menyebalkan menyadarinya. Tapi disisi lain, hal itu secara bersamaan juga bisa membuatku tertawa. Jika bukan karna kegagalan itu, aku tak akan belajar apapaun. Aku tak akan pernah berada di titik ini. Menjadi aku yang sekarang.

Sedikit menjemput hal-hal yang membuatku belajar. Ini tentang kita. Hmm,, Aku, Beruang Madu, Kambing Bodoh, Nyai Muram dan Nona Gembul.

Meski tak ada penjelasan ilmiah yang bisa membantuku memahami tentang karma, lingkunganku yang serba komplit dengan beragam karakteristik dan permasahan manusianya telah membuatku meyakini betul bahwa KARMA, adalah sesuatu yang nyata dan benar-benar terjadi.

Terkadang mmbuatku tersenyum kecut menyadari bahwa hal-hal nyeleneh yang sempat kulakukan juga terkadang berbalik dilakukan orang padaku. Yah.. karma ?

Aku sempat menjadi korban keangkuhan Nyai Muram ketika dia yang begitu konservatif, berhasil membuat Sang Beruang Madu keluar dari kandang emasku dan berlari menuju kandang kayu yang begitu sederhana, membuat Beruang madu mengikutinya kemanapun dia pergi. Seolah-olah Beruang Madu yang kujaga selama dua tahun tak suka lagi menerima dekapanku atau mendengar ocehan-ocehanku. Meski tak munafik, terkadang Sang Beruang Madu juga menyungut-nungut manja ketika Nyai Muram menghampiri.

Nyai muram tampak begitu angkuh menertawaiku, ketika dari jauh melihat Beruang Madu hilir mudik tak tentu, namun tak menuju ke arahku. Ketika Sang Beruang Madu mengendus-ngendus manja disekelilingnya. Bahkan tak jarang Nyai Muram berlalu dihadapanku sambil mengunyah permen karet seolah-olah dia tahu cara meniupnya.

Sempat kudengar cekikikannya tentang betapa bahagianya dia melihatku tertunduk layu ketika tak lagi bisa menyentuh Sang Beruang Madu, sebuah pengakuan bahwa semua yang dilakukanya hanya untuk menyakitiku. Kau jahat Nyai Muram.....

Sesekali tampak dia berusha menyunggingkan senyum kemenangannya di depanku. Yaaah...ada sepaket cerita lagi yang kuterima dari teman-teman yang sempat mendengar celotehan bangga Nyai Muram.

Waktu berlalu.. Bulan berganti,, tahun berganti,, dan Nyai Muram tetaplah akan seperti namanya.....

Kesenangan bukanlah milik mereka yang berhati busuk.
Kebanggaan bukanlah sahabat mereka yang berniat buruk.
Ketulusan  bukanlah untuk mereka yang bermoral ambruk.

Nyai Muram yang terlihat begitu lugu, telah menipu semua orang. Dia tak sepolos rupanya. Dia tak selugu kelihatannya.
Perlahan muram pun menjadi pengisi seluruh hidupnya...
Saat aku tak lagi menginginkan Sang Beruang Madu kembali ke kandang emasku, saat aku telah memiliki Kambing Bodohku pun, Nyai Muram masih bermuram durja.
Entah kemana perginya senyum bangga dan angkuh yang sempat dia sunggingkan padaku. Tak ada lagi cekikikan penuh hinaan yang sempat kudengar dikala sore menyapa wajahku.

Oh Nyai Muram,,, 
Andai kau tak sejahat itu padaku... mungkin karma tak akan mengunjungimu....
Mungkin ‘diabaikan’ tak menjadi nama tengahmu...
Ironinya lagi, akulah yang menjadi saksi untuk setiap kebohongan Sang Beruang Madu yang membuatmu bermuram durja itu.
Aku mengetahui setiap detailnya. Melihat setiap penyebab durjamu. Sesekali aku berusaha mengingatkan Sang Beruang Madu atas keberadaanmu, tapi Nyai,,, rupanya Tuan Beruang tak menyukai kandang kayu..
Dan celakanya,, akupun menyadari bahwa dia tak pantas ada di kandang emasku...

Meski banyak yang melihatmu dengan miris, seolah mereka mengamini apa yang kau alami sekarang. Percayalah, aku masih menaruh rasa iba padamu Nyai,,, jujur, aku merasa kau tidak seharusnya mengalami semua itu.
Semoga kau, aku dan mereka, mengambil hikmah dari semua yang telah kita hadapi.
Amiin



Sepertinya, pilihanku selalu menarik bagi sebagian orang di luar sana. Ketika aku tak lagi menyediakan kandang emas untuk Sang Beruang Madu. Aku telah menyiapkan ruangan yang empuk untuk Kambing Bodohku. Jangan salah,,, kambing ini bukanlah kambing kampung dengan warna hitam yang pekat. Dia berbeda. Salah satu yang terbaik dari kambing yang pernah kulihat.

Entah karena Kambing Bodohku telah terbiasa berada di tempat yang empuk dan nyaman, membuatnya tak lagi bisa bila jauh dari pengawasanku. Maka satu ketika, saat aku sedang tak bisa menjaganya, dia menganggap Nona Gembul adalah tempat nyaman yang selama ini ditinggalinya.
Yaah,,, matanya mungkin tertutup kerikil atau kotorannya sendiri sampai-sampai dia tak bisa membedakan apa yang dirasa dan dilihatnya.
Nona Gembul yang serakah juga ternyata bahkan lebih jahat dibanding Nyai Muram. Dia menyihir Kambing Bodohku dan mengiming-imingi tempat yang jauh lebih bagus dari yang kuberikan.

Tak jarang Nona Gembul mencoba membuat pencitraan yang bagus tentang dirinya dengan menjelekkan tempat yang dahulu ditinggali Sang Kambing Bodohku. Ah,,, memang begitulah cara yang dilakukan orang yang berhati licik, tak punya apa-apa untuk ditonjolkan, namun lebih memilih menjelekkan orang lain.

Aku awalnnya sempat berpikiran bahwa hidup tidak adil begitu mendengar kabar bahwa Kambing Bodohku menyukai tempat barunya. Namun,,, terkadang apa yang terlihat tak sama dengan yang sebenarnya terjadi. Perlahan Karma mulai mendekati mereka. Ah,,, aku seperti kotak informasi yang menerima informasi dari orang-orang di kiri dan kananku.
Meski berkali-kali ku katakan bahwa aku tak ingin mendengar apapun, tapi mereka tak henti melaporkan ini dan itu yang berhubungan dengan Kambing Bodohku. Huft,, Like I Care,,,
Aku bahkan tak sempat mengingatnya..
Namun saat ada laporan ini dan itu, bagaimana mungkin tak mngingatnya..

Berkali-kali telingaku mendapat celaaan untuk Nona Gembul yang mulai terkikis lara. Oh.. bisakah hariku berjalan tanpa mendengar apapun dari mereka??

Apapun itu,, yang akan terjadi pada mereka,, Nyai Muram, Beruang Madu, Nona Gembul dan Kambing Bodohku, sepertinya bukanlah sesuatu yangharus kutahui.
Rasanya hidupku jauh lebih baik tanpa mengetahui apapun tentang mereka.

Mendengar pengakuan Kambing Bodoh,, bahwa dia bermain di satu taman dengan Beruang Madu membuatku sedikit geli. Apa yang kalian lakukan? Membuatku tertawa kecut. Membayangkan kalian berlari-lari bersama. Hey!

Yaah... sekedar sentilan untukku dan untuk kita semua. Berpikirlah berkali-kali sebelum melakukan sesuatu. Sebelum berniat menjahati dan menyakiti orang lain. Sebelum menentukan pilihan atau mengambil keputusan. Gunakan logika dan nurani. Dan bertanyalah lagi pada Sang Penguasa Hati sebelum dan mohon petunjukNya.

Semoga semua kesalahan kita diampuni dan diberi kesempatan untuk memperbaikinya. Semoga kita dipertemukan dalam keadaan yang lebih baik,, Amiin ^_^




Bandung, 13/07/12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar