Kamis, 27 Agustus 2015

Oktober

Aku memberi nama untuk Oktober dengan nama yang sedikit berbeda dari bulan-bulan lain yang telah kulalui. Bila sebelumnya aku memberi nama "January the Beginning," "February Penuh Cinta", "Maret Sejuta Kebahagiaan", maka sekarang aku memberi nama bulan ini dengan "Oktober Penuh Rezeki, Berkah dan Cinta". Dan semoga doa yang kuselipkan di balik nama itu dikabulkan oleh Sang Penjawab Doa.

Rasanya baru kemarin,, namun saat mataku mengarah pada kalender kecil berwana pink yang kutempel di dinding, baru kusadari bahwa sudah hampir setahun sejak terakhir bertemu dan sudah 9 bulan sejak semuanya berakhir. 

Dua hari lalu aku seperti sedang dirasuki oleh bisikan setan yang berhasil membujukku untuk menekan tombol OK di hape-ku. Dan ya,, aku menghubunginya. Seingatku itu jam 2 pagi. Tak banyak. Hanya beberapa detik setelah mendengar suaranya, lalu kumatikan, karena sepertinya dia sedang ‘gila’ karena menjawab telponku dengan kata ‘sayang’.

Aku menelponnya karena ada sesuatu yang kurasa sedang terjadi. Perasaanku seperti tak tenang. Rasanya ingin meminta ketenangan padaNya, namun aku sedang dalam keadaan tidak suci. Malam semakin dingin dengan beberapa rintik hujan yang terdengar menapaki atap. Aku tak bisa tidur. Padahal saat itu aku sedang asyik mentranlsate sebuah jurnal ke dalam bahasa inggris. Namun tiba-tiba aku ingat bahwa beberapa hari lagi tanggal 21. Otakku sedikit bermain nakal dengan menjemput beberapa kilasan kenangan setahun yang lalu. Ketika aku meminta salah seorang sahabatku untuk memilihkan sepatu kerja yang akan kuhadiahkan sebagai kado ulang tahun. Sepatu kerja ? ya,, karena orang yang akan kuhadiahi itu akan segera berangkat ke kota impiannya untuk mencari pekerjaan, hmm,, untuk mencari yang dicarinya. 

Dayat menemaniku ke Mall Basko, dan tepat jam 10 pagi kami sudah sampai disana. Tidak aneh bila kami menjadi pengunjung pertama, karena masih terlalu pagi untuk sampai di mall dan membeli sesuatu. Setelah melewati barisan karyawan mall yang berjejer layaknya fans yang sedang menanti artis pujaan mereka melintasi karpet merah, kami sampai di pojokan yang memajang berbagai macam sepatu kerja dengan harga yang bervariasi. Beberapa kali Dayat menyodorkan model sepatu yang menurutnya bagus, namun aku belum merasakan ‘klik’ dihatiku saat melihat sepatu-sepatu yang dipilihkannya. Aku terus mengitari rak pajangan  yang belasan jumlahnya itu, hingga pilihanku jatuh pada sepasang sepatu berwarna coklat yang membuatku tak ingin melihat sepatu lain. “Ini dia! Batinku.” 

Aku membungkus sepatu itu dengan kertas kado bermotif hati yang kuhiasi dengan kartu ucapan kecil. Aku berdoa semoga Tuhanku memberi kebahagiaan pada dia yang memakainya. 

Namun, sepatu yang kupilih dengan doa, dan kuhadiahkan dengan doa itu ternyata berlabuh di dalam api. Api yang disulut oleh kebencian dan kekecewaan yang entah berakar sekuat apa. Api yang seolah membakar harapanku untuk kebahagiaannya.  

**

Dalam ketenanganku menjalani kehidupan kampus yang sangat  menyenangkan, Tuhan mengirimkan sedikit godaan kecil untukku. Entahlah apa maksud semuanya. Disaat aku merasa sudah tak membutuhkan, sudah kokoh dengan pendirianku, maka didatangkan ujian kecil yang menggoda imanku. Hmm...

Sempat merasa bersyukur dihadiahkan ujian seperti itu, karena secara tidak langsung itu jawaban dari pertanyaanku selama ini, bahwa aku sudah mampu berdiri lagi. 

Bukan aku yang meminta. Tapi semua terjadi secara tiba-tiba ketika untuk pertama kalinya pada Juli itu, Tuhan memeperlihatkannya padaku. 

Aku berusaha menghindar. Berharap tak pernah lekat. Berharap tak pernah dekat. Berpura-pura angkuh didepannya. Meski ternyata itulah yang menjadi perekat bagi kami. 

“Karena sesungguhnya, ALLAH mengirimkan seseorang dalam kehidupan kita dengan alasan KHUSUS. “ (dan baru tadi pagi aku menyadari maksud dari rencana ALLAH itu...)

Aku berlalu dengan apa yang kurasa bahkan jauh sebelum dia menyadarinya.  Hingga aku yang setiap hari berdoa agar dijauhkan dari hal yang dapat menjauhkan upaya pendekatan diriku padaNya, seperti disadarkan oleh Tuhanku, bahwa bukan itu maksud kami dipertemukan. Bukan untuk hal yang seharusnya tak kurasa, tapi untuk hal lain: BELAJAR!

Sedikit bingung bagaimana cara memperbaiki kesalahan yang telah kulakukan pada komitmenku dan pada janji terhadap Tuhanku. Terlebih, aku tak tahu mesti bersikap seperti apa untuk membuat ini mudah baginya dan bagiku.

Teman-temanku hanya memberikan satu saran yang sepertinya cukup masuk akal buatku. BICARA!
Menurutku memang harus! Dia harus tahu bahwa apa yang kurasa sudah cukup menggangguku. Dan tak ada yang bisa menyalahkanku, karena seperti yang kukatakan pada yang lainnya. Semuanya terjadi diluar kuasaku. Aku tak meminta merasakannya, bukan aku yang membuat ini terjadi. Dan bila ada yang menduga semua kurasa setelah mengenalnya, kalian keliru. Semua terjadi bahkan sebelum dia mengenalku.
Dan lagi-lagi,, hal ini tentang Oktober. Aku benar-benar berharap Oktober membantuku memperbaiki semuanya.

Aku mengumpulkan keberanian untuk meminta sedikit saja dari pengertiannya. Meminta sedikt twaktu untuk diriku sendiri. Agar aku bisa memperbaiki semuanya. Agar aku bisa membunuh hal tak penting yang seharusnya tak tumbuh. Namun yang kudapat adalah sebuah kata ‘egois’ yang aku sendiri tak mengerti apa itu pantas untuk kondisi saat itu. 

Bagiku cukup masuk akal ketika alasan penolakan untuk permintaanku adalah agar semuanya tak mengganggu ketenangannya dalam belajar. Oke! Meski itu terdengar terlalu “bocah”.  

Permintaanku ditolak? Oke!! Mari berproses seperti biasa. Menjalani kehidupan biasa, seperti permintaan awal yang masih kuingat dengan jelas. Namun, dalam kebersamaan dan kedekatan itu, ada banyak tusuk gigi yang menancap di hati dan otakku. 

Entah bagaimana cara dia menilaiku. Entah bagaimana cara dia menakarku. 

Mungkin aku tak menunjukkan raut muka yang terlihat kesal atau marah saat dia (berkali-kali) mengeluarkan kata-kata yang sampai hari ini masih terngiang-ngiang di telingaku. Namun yang tak akan dia tahu, semua itu mengubah segalanya. 

Ada beberapa tetes air mata untuk kata-kata itu. Ada banyak sayatan untuk kalimat-kalimat itu. Ada sedikit  kecewa untuk celaan-celaan itu.  
Dan semuanya berujung pada hari ini. Semua itu, yang setiap hari mengitari otakku, perlahan kumaafkan. Bahkan, semua nya berujung pada sebuah rasa terima kasih yang tulus dariku....

Aku harus berpikir lebih bijak. Jika tidak karena dia. Jika tidak karena semua kata-kata itu. Jika tidak karena kedekatan yang menghasilkan banyak tusuk gigi itu. Aku tak akan mengerti. Aku tak akan tahu. Aku tak akan paham. Aku tak akan memahami apa maksud Tuhan mempertemukan kami.
Karena memang, terkadang ALLAH membuat kita belajar dengan cara yang tak kita suka. Terkadang harus dengan membuat kita luka terlebih dahulu.
#Terima kasih teman,,, semoga kita menjadi manusia yang lebih baik ke depannya..Amiin,,

Masih ada beberapa hari lagi dari OKTOBER PENUH REZEKI, BERKAH DAN CINTA.
Semoga selalu dipermudah jalan yang kutempuh dan dilancarkan semua urusanku.
Semoga Engkau tak lelah memberikan rezeki, berkah dan cinta kepadaku YA RABB. 

Terima kasih untuk hidup yang indah ini.
Untuk semua hal baik yang Engkau hadiahkan.
Untuk semua cinta yang Engkau berikan melalui keluarga, sahabat dan orang-orang disekitarku. 

Izinkan aku untuk terus mempperbaiki diriku. Amin



Bandung, 15/10/2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar