Menjadi
mahasiswa tingkat akhir bisa jadi masa palingmenakutkan bagi mahasiswa. Skripsi
seolah beban paling berat dalam hidup. Belum lagi memikirkan akan kerja dimana
setelah menyelesaikan kuliah. Ada dua tipikal mahasswa pada masa-masa akhir
perkuliahan ini, pertama mahasiswa yang ingin kuliahnya cepat selesai agar
segera mencari pekerjaan sehingga serius berjibaku dengan skripsinya. Kedua,
mahasiswa yang takut menghadapi kehidupan setelah menjadi sarjana sehingga
terus menundA menyelesaikan studinya.
Masih
ingat ketika saya masih sibuk bergelut dengan revisi skripsi, seorang senior
yang beberpaa bulan sebelumnya diwisuda datang ke kampus dengan mengenakan
seragam ala guru sekolah menengah.
“Hei
Kak! Apa kabar?” sapaku ramah.
“Alhadulillah
sehat Dek! Gimana skripsi, lancer?” balasnya.
“Alhamdulillah
lancar Kak, lagi sibuk revisi. Kakak kerja dimana sekarang?” tanyaku penasaran.
“Oh,,
Kakak ngajar di SMA ..… (menyebutkan
sebuah nama sekolah di kota Padang) trus juga ngajar di SMP ….. (menyebutkan
sebuah nama SMP)”, terangnya.
“Waah!
Honor ya Kak? Kok bisa dapat dua sekolah gitu? Kemaren aja Kak …. (menyebutkan
nama salah seorang senior) curhat kalau susah banget mau jadi guru honor
disini”.
Dengan
wajah berbinar, diapun menjawab,” Ya iyalah bisa. Yang satu sekolah tempat Mama
Kakak bekerja, yang satu dimasukkin sama Tante Kakak. Tante Kakak itu temannya
kepseknya”.
Dari
kecil, saya sering mendengar istilah KKN, sehingga saya tahu betul bahwa KKN
merupakan singkatan dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Jika boleh menjabarkan
masing-masing defenisinya yang saya peroleh dari KBBI.
Korupsi
merupakan kegiatan penyelewengan
atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi
atau orang lain. Kolusi merupakan kerja sama rahasia untuk maksud tidak terpuji; persekongkolan. Dan
nepotisme berarti perilaku yang memperlihatkan kesukaan yang berlebihan kepada
kerabat dekat; 2 kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri,
terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah; 3 tindakan memilih
kerabat atau sanak saudara sendiri untuk memegang pemerintahan.
Bagaimanakah cara kita mendapatkan pekerjaan?
Apakah ada unsur KKN?
Apakah ada kecurangan yang dilakukan oleh
keluarga kita yang menjabat sehingga kita bisa bekerja di sebuah
perusahaan/instansi?
Apakah orang tua kita memiliki hubungan yang
dekat dengan atasan di perusahaan atau instansi tersebut sehingga kita bisa
masuk?
Apakah karena keluarga kita orang penting
sehingga dengan menjual namanya, kita dapar dengan mudah memperoleh pekerjaan?
Atau karena memang kita melakukan serangkaian
tes. Mengalahakan puluhan, ratusan hingga ribuan pelamar lainnya, dan terpilih
menjad yang terbaik?
Bagaimana cara kita mendapatkan jabatan?
Apakah karena keluarga kita adalah pejabat dalam
sebuah instansi atau perusahaan tersebut sehingga kita juga dengan mudah
mendapatkan jabatan?
Apakah karena orang tua kita memiliki hubungan
baik dengan atasan di sebuah perusahaan/nstansi sehingga kita dengan mudah
mendapat jabatan?
Apakah karena keluarag kita orang penting
sehingga begitu ‘menjual’ namanya, kita dapat dengan mudah memperoleh jabatan?
Atau
karena memang kita memiliki kompetensi, berdedikasi, berpikiran maju dan layak
untuk mendapatkan jabatan?
Coba sekali-kali, duduk diam dengan tenang, dan
pikirkan. Sudah benarkah cara kita mendapatkan pekerjaan atau jabatan?
Setelah
sidang S2 bulan Juni 2013, saya masih setiap hari ke kampus karena masih
terikat pekerjaan dengan salah satu dosen pembimbing. Masih belum terpikir
untuk melamar di perusahaan apapun karena saya memang belum resmi di wisuda,
masih harus menunggu bulan Juli datang. Terlebih saya baru saja merampungkan
tesis. Rasanya tidak akan dikatakan egois bila saya mengambil waktu sejenak
untuk beristirahat dari ‘berpikir”. Sempat ditawarkan menjadi dosen di sebuah
kampus di Sumatera Utara. Pernah juga ditelepon oleh salah seorang dosen
pembimbing semasa menempuh studi S1 untuk didaftarkan nama menjadi dosen di salah
satu kampus di kota Padang. Ada banyak pertimbangan kala itu dalam memilih
pekerjaan. Cocokkah dengan bidang ilmu yang saya dalami. Baguskah karier saya
ke depannya bila memilih pekerjaan tersebut. Dan bagaimana jika nanti saya
sudah menikah dan memiliki anak, apakah saya tidaka akan kesulitan
mengurus keluarga jika saya memilih
pekerjaan tersebut.
Setelah
wisuda, saya juga masih harus ke kampus. Lagi-lagi karena memang masih terikat.
Mengurus ini itu terkait penelitian dosen saya. Namun, rasa antusias luar biasa
mulai menghampiri. Semangat untuk mencari pekerjaan mulai menyelimuti tubuh
saya, meskipun keluarga tetap berharap agar saya menunggu pengumuman tes CPNS.
Ya! Itu pasti akan saya lakukan. Tapi rasanya tidak enak jika hanya berdiam dan
tidak berusaha mencari kemungkina pekerjaan lain.
Saya
mendapat kabar bahwa teman dekat saya semasa SMA yang juga telah selesai
wisusda S1 sedang berada di Jakarta untuk mencari pekerjaan. Timbul ide untuk
menemuinya di Jakarta sambil menghadiri Job Fair. Kalau-kalau ada pekerjaan
yang menarik dan sesuai. Sekalian bertemu dengan anggota dmunk5 lainnya.
Semasa
SMA aku dan 4 orang teman memiliki sebutan dmunk5. Satu dari kami sedang
merantau ke Malaysia dan bekerja disana. Dua orang bekerja di Jakarta, saya
melanjutkan studi S2 di Bandung dan satu lagi baru selesai diwisuda dan hijrah
ke Jakarta.
Dan
akhirnya, pada hari yang ditentukan, saya dan teman saya yang baru lulus S1
tersebut bertemu, ditambah salah seorang teman yang sudah bekerja namun masih
ingin mencari kemungkinan pekerjaan lain. Kami menghadiri jobfair sambil
membawa beberapa eksemplar CV yang bisa di drop di masing-masing stand. Hal
yang paling saya sukai dari menghadiri jobfair adalah ada beberapa stand yang
membrikan produk kepada pelamar yang meninggalkan CV. Sehingga, jika saya
datang dengan tas kosong, saya akan pulang dengan membawa banyak contoh produk
dari stand tempat saya meninggalkan CV. Baik itu berupa bedak, lotion, minuman,
vitamin hingga alat tulis.
Beberapa
hari setelah menghadiri jobfair tersebut, saya menerima pesan masuk yang
menyatakan bahwa saya diundang untuk mengikuti seleksi penerimaan pegawai. MDP
nama programnya. Seleksi untuk menjadi pegawai di sebuah bank. Agak ragu untuk
datang, mengingat bahwa saya harus kembali lagi ke kota yang panasnya luar
biasa tersebut, belum lagi macetnya yang tak kunjung usai. Terlebih butuh waktu
berjam-jam dari Bandung untuk sampai ke lokasi seleksi tersebut.
Akhirnya
saya sanggupi undangan seleksi tersebut. Ada 300 pelamar yang hadir dalam aula
besar itu. Semuanya terlihat rapid an bersemangat. Dan kamipun harus
berkompetisi untuk menaklukan seleksi tahap 1.
Tidak
butuh waktu lama untuk menunggu hasil tes tersebut. Kurang dari satu jam telah
terpampang nama-nama peserta yang lulus tes matematika sederhana tersebut.
Tentu saja ada nama saya pada daftar nama tersebut. Disaat menempel pengumuman
tersebut panitia seleksi juga mengatakan bahwa seleksi penerimaan pegawai ini
akan berlangsung satu hari itu saja. Dari pagi hingga sore.
Tes
demi tes silih berganti saya jalani. Psikotes, tes koran, focus discussion
group hingga interview. Semakin banyak tesnya semakin sedikit pesertanya. Hingga
akhirnya hanya tersisa 40 orang peserta untuk tes terakhir. Sedangkan hanya
dibutuhkan 30 orang dari seleksi tersebut.
Waktu
berlalu. Pengumuman CPNS pun berseliweran di internet. Tentu saja saya termasuk
salah satu pengangguran yang antusias mengikuti perkembangan informasi CPNS.
Hingga akhirnya, setelah berunding dengan Kakak, saya memilih kampus saya
sekarang sebagai pilihan tempat bekerja. Butuh waktu sebulan untuk mengetahui
bahwa nama saya lulus seleksi administrasi dan harus ke Banda Aceh untuk
melakukan tes tertulis.
Siang
malam saya belajar. Membaca. Menghafal. Berlatih membahas ratusan soal. Karena
saya merasa kemungkinan untuk mendapatkan soal yang sama dengan yang pernah
keluar tahun tahun sebelumnya sangat kecil. Tidak mau aji mumpung. Lebih baik
menyiapkan amunisi dengan baik. Kurang lebih sebulan waktu yang saya alokasikan
untuk belajar. Meski yang intens hanya seminggu terakhir. Tidak lupa saya minta
doa restu dari keluarga dan teman-teman. Serta, saya membuat nazar, jika saya
lulus tes tahap 1, maka saya akan melakukan puasa selama 10 hari.
Dan
Alhamdulillah. Saya dinyatakan lulus tes tahap 1 dan harus kembali ke kampus
tersebut untuk melakukan tes tahap 2. Lagi lagi saya melakukan persiapan.
Belajar. Membahas soal-soal. Meminta doa dari keluarga dan kembali bernazar.
Jika saya lulus tes tahap 2 dan menjadi CPNS, maka saya akan berpuasa selama 20
hari.
Dan
Alhamdulillah. Saya dinyatakan lulus tes seleksi CPNS. Atas hasil kerja keras
saya, doa keluarga dan tentu saja pertolongan Allah SWT. Ikhtiar dan tawakkal.
Saya memiliki hutang 30 hari puasa nazar yang Alhamdulillah telah saya lunasi. J
Hari
saya dinyatakan lulus tes CPNS merupakan hari terakhir saya harus merespon
hasil seleksi MDP dari bank tersebut. Apakah saya bersedia melakukan tes
kesehatan atau tidak. Dan tentu saja dengan sopan saya menolak tawaran dari
bank tersebut. Sempat ditanyakan oleh pihak yang menyeleksi saya, “Mba lulus
dimana memangnya?”
“Saya
lulus CPNS dosen Mba.”
Sekonyong-konyong
si Mba nya membalas, “Wah, gaji PNS kan kecil Mba, kenapa tidak terima tawaran
dari kami saja.”
(Agak-agak
gubrak mendengarnya kala itu)
Dan
begitulah cara saya mendapat pekerjaan.
Saya
tidak melakukan KKN.
Saya
tidak mengambil hak orang lain.
Dan
begitulah. Saya belajar lagi, membaca lagi, menghafal lagi dan menyusahkan
keluarga yang harus menyediakan tiket pesawat pulang pergi untuk dua kali tes
agar lulus CPNS dan mendapat pekerjaan dengan cara yang benar. Dengan cara yang
halal.
Dengan
harapan bahwa uang yang saya terima sebagai gaji saya nantinya adalah uang yang
didapat dengan cara yang baik. Bukan karena belas kasihan orang lain.
Bukan
karena ayah saya pemimpin sebuah perusahaan.
Bukan
karena orang tua saya kenal baik dengan pimpinan.
Dengan
harapan agar uang yang saya pergunakan untuk membiayai kehidupan saya bukanlah
didapat dengan cara yang salah.
Bayangkan
jika pekerjaan yang kita dapatkan diperoleh dengan cara yang tidak baik.
Dengan
memakan hak orang lain.
Dengan
merampas hak orang lain.
Tanpa
usaha dan kerja keras.
Dari
pekerjaan itu kita mendapatkan uang. Untuk membeli makanan. Untuk membeli
pakaian. Untuk memenuhi kebutuhan hidup kita.
Halalkah?
Berkahkah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar