Rabu, 18 November 2015

Sudah Benarkah Cara Kita Memperoleh Pekerjaan?? (Sebuah Renungan)



Menjadi mahasiswa tingkat akhir bisa jadi masa palingmenakutkan bagi mahasiswa. Skripsi seolah beban paling berat dalam hidup. Belum lagi memikirkan akan kerja dimana setelah menyelesaikan kuliah. Ada dua tipikal mahasswa pada masa-masa akhir perkuliahan ini, pertama mahasiswa yang ingin kuliahnya cepat selesai agar segera mencari pekerjaan sehingga serius berjibaku dengan skripsinya. Kedua, mahasiswa yang takut menghadapi kehidupan setelah menjadi sarjana sehingga terus menundA menyelesaikan studinya.
Masih ingat ketika saya masih sibuk bergelut dengan revisi skripsi, seorang senior yang beberpaa bulan sebelumnya diwisuda datang ke kampus dengan mengenakan seragam ala guru sekolah menengah.

“Hei Kak! Apa kabar?” sapaku ramah.
“Alhadulillah sehat Dek! Gimana skripsi, lancer?” balasnya.
“Alhamdulillah lancar Kak, lagi sibuk revisi. Kakak kerja dimana sekarang?” tanyaku penasaran.
“Oh,, Kakak ngajar di SMA  ..… (menyebutkan sebuah nama sekolah di kota Padang) trus juga ngajar di SMP ….. (menyebutkan sebuah nama SMP)”, terangnya.
“Waah! Honor ya Kak? Kok bisa dapat dua sekolah gitu? Kemaren aja Kak …. (menyebutkan nama salah seorang senior) curhat kalau susah banget mau jadi guru honor disini”.
Dengan wajah berbinar, diapun menjawab,” Ya iyalah bisa. Yang satu sekolah tempat Mama Kakak bekerja, yang satu dimasukkin sama Tante Kakak. Tante Kakak itu temannya kepseknya”.

Dari kecil, saya sering mendengar istilah KKN, sehingga saya tahu betul bahwa KKN merupakan singkatan dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Jika boleh menjabarkan masing-masing defenisinya yang saya peroleh dari KBBI.

Korupsi merupakan kegiatan penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Kolusi merupakan kerja sama rahasia untuk maksud tidak terpuji; persekongkolan. Dan nepotisme berarti perilaku yang memperlihatkan kesukaan yang berlebihan kepada kerabat dekat; 2 kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah; 3 tindakan memilih kerabat atau sanak saudara sendiri untuk memegang pemerintahan.

Bagaimanakah cara kita mendapatkan pekerjaan?
Apakah ada unsur KKN?
Apakah ada kecurangan yang dilakukan oleh keluarga kita yang menjabat sehingga kita bisa bekerja di sebuah perusahaan/instansi?
Apakah orang tua kita memiliki hubungan yang dekat dengan atasan di perusahaan atau instansi tersebut sehingga kita bisa masuk?
Apakah karena keluarga kita orang penting sehingga dengan menjual namanya, kita dapar dengan mudah memperoleh pekerjaan?
Atau karena memang kita melakukan serangkaian tes. Mengalahakan puluhan, ratusan hingga ribuan pelamar lainnya, dan terpilih menjad yang terbaik?

Bagaimana cara kita mendapatkan jabatan?
Apakah karena keluarga kita adalah pejabat dalam sebuah instansi atau perusahaan tersebut sehingga kita juga dengan mudah mendapatkan jabatan?
Apakah karena orang tua kita memiliki hubungan baik dengan atasan di sebuah perusahaan/nstansi sehingga kita dengan mudah mendapat jabatan?
Apakah karena keluarag kita orang penting sehingga begitu ‘menjual’ namanya, kita dapat dengan mudah memperoleh jabatan?
 Atau karena memang kita memiliki kompetensi, berdedikasi, berpikiran maju dan layak untuk mendapatkan jabatan?

Coba sekali-kali, duduk diam dengan tenang, dan pikirkan. Sudah benarkah cara kita mendapatkan pekerjaan atau jabatan?

Setelah sidang S2 bulan Juni 2013, saya masih setiap hari ke kampus karena masih terikat pekerjaan dengan salah satu dosen pembimbing. Masih belum terpikir untuk melamar di perusahaan apapun karena saya memang belum resmi di wisuda, masih harus menunggu bulan Juli datang. Terlebih saya baru saja merampungkan tesis. Rasanya tidak akan dikatakan egois bila saya mengambil waktu sejenak untuk beristirahat dari ‘berpikir”. Sempat ditawarkan menjadi dosen di sebuah kampus di Sumatera Utara. Pernah juga ditelepon oleh salah seorang dosen pembimbing semasa menempuh studi S1 untuk didaftarkan nama menjadi dosen di salah satu kampus di kota Padang. Ada banyak pertimbangan kala itu dalam memilih pekerjaan. Cocokkah dengan bidang ilmu yang saya dalami. Baguskah karier saya ke depannya bila memilih pekerjaan tersebut. Dan bagaimana jika nanti saya sudah menikah dan memiliki anak, apakah saya tidaka akan kesulitan mengurus  keluarga jika saya memilih pekerjaan tersebut.

Setelah wisuda, saya juga masih harus ke kampus. Lagi-lagi karena memang masih terikat. Mengurus ini itu terkait penelitian dosen saya. Namun, rasa antusias luar biasa mulai menghampiri. Semangat untuk mencari pekerjaan mulai menyelimuti tubuh saya, meskipun keluarga tetap berharap agar saya menunggu pengumuman tes CPNS. Ya! Itu pasti akan saya lakukan. Tapi rasanya tidak enak jika hanya berdiam dan tidak berusaha mencari kemungkina pekerjaan lain.

Saya mendapat kabar bahwa teman dekat saya semasa SMA yang juga telah selesai wisusda S1 sedang berada di Jakarta untuk mencari pekerjaan. Timbul ide untuk menemuinya di Jakarta sambil menghadiri Job Fair. Kalau-kalau ada pekerjaan yang menarik dan sesuai. Sekalian bertemu dengan anggota dmunk5 lainnya.
Semasa SMA aku dan 4 orang teman memiliki sebutan dmunk5. Satu dari kami sedang merantau ke Malaysia dan bekerja disana. Dua orang bekerja di Jakarta, saya melanjutkan studi S2 di Bandung dan satu lagi baru selesai diwisuda dan hijrah ke Jakarta.

Dan akhirnya, pada hari yang ditentukan, saya dan teman saya yang baru lulus S1 tersebut bertemu, ditambah salah seorang teman yang sudah bekerja namun masih ingin mencari kemungkinan pekerjaan lain. Kami menghadiri jobfair sambil membawa beberapa eksemplar CV yang bisa di drop di masing-masing stand. Hal yang paling saya sukai dari menghadiri jobfair adalah ada beberapa stand yang membrikan produk kepada pelamar yang meninggalkan CV. Sehingga, jika saya datang dengan tas kosong, saya akan pulang dengan membawa banyak contoh produk dari stand tempat saya meninggalkan CV. Baik itu berupa bedak, lotion, minuman, vitamin hingga alat tulis.

Beberapa hari setelah menghadiri jobfair tersebut, saya menerima pesan masuk yang menyatakan bahwa saya diundang untuk mengikuti seleksi penerimaan pegawai. MDP nama programnya. Seleksi untuk menjadi pegawai di sebuah bank. Agak ragu untuk datang, mengingat bahwa saya harus kembali lagi ke kota yang panasnya luar biasa tersebut, belum lagi macetnya yang tak kunjung usai. Terlebih butuh waktu berjam-jam dari Bandung untuk sampai ke lokasi seleksi tersebut.

Akhirnya saya sanggupi undangan seleksi tersebut. Ada 300 pelamar yang hadir dalam aula besar itu. Semuanya terlihat rapid an bersemangat. Dan kamipun harus berkompetisi untuk menaklukan seleksi tahap 1.

Tidak butuh waktu lama untuk menunggu hasil tes tersebut. Kurang dari satu jam telah terpampang nama-nama peserta yang lulus tes matematika sederhana tersebut. Tentu saja ada nama saya pada daftar nama tersebut. Disaat menempel pengumuman tersebut panitia seleksi juga mengatakan bahwa seleksi penerimaan pegawai ini akan berlangsung satu hari itu saja. Dari pagi hingga sore. 

Tes demi tes silih berganti saya jalani. Psikotes, tes koran, focus discussion group hingga interview. Semakin banyak tesnya semakin sedikit pesertanya. Hingga akhirnya hanya tersisa 40 orang peserta untuk tes terakhir. Sedangkan hanya dibutuhkan 30 orang dari seleksi tersebut.

Waktu berlalu. Pengumuman CPNS pun berseliweran di internet. Tentu saja saya termasuk salah satu pengangguran yang antusias mengikuti perkembangan informasi CPNS. Hingga akhirnya, setelah berunding dengan Kakak, saya memilih kampus saya sekarang sebagai pilihan tempat bekerja. Butuh waktu sebulan untuk mengetahui bahwa nama saya lulus seleksi administrasi dan harus ke Banda Aceh untuk melakukan tes tertulis.

Siang malam saya belajar. Membaca. Menghafal. Berlatih membahas ratusan soal. Karena saya merasa kemungkinan untuk mendapatkan soal yang sama dengan yang pernah keluar tahun tahun sebelumnya sangat kecil. Tidak mau aji mumpung. Lebih baik menyiapkan amunisi dengan baik. Kurang lebih sebulan waktu yang saya alokasikan untuk belajar. Meski yang intens hanya seminggu terakhir. Tidak lupa saya minta doa restu dari keluarga dan teman-teman. Serta, saya membuat nazar, jika saya lulus tes tahap 1, maka saya akan melakukan puasa selama 10 hari.

Dan Alhamdulillah. Saya dinyatakan lulus tes tahap 1 dan harus kembali ke kampus tersebut untuk melakukan tes tahap 2. Lagi lagi saya melakukan persiapan. Belajar. Membahas soal-soal. Meminta doa dari keluarga dan kembali bernazar. Jika saya lulus tes tahap 2 dan menjadi CPNS, maka saya akan berpuasa selama 20 hari.

Dan Alhamdulillah. Saya dinyatakan lulus tes seleksi CPNS. Atas hasil kerja keras saya, doa keluarga dan tentu saja pertolongan Allah SWT. Ikhtiar dan tawakkal. Saya memiliki hutang 30 hari puasa nazar yang Alhamdulillah telah saya lunasi. J
Hari saya dinyatakan lulus tes CPNS merupakan hari terakhir saya harus merespon hasil seleksi MDP dari bank tersebut. Apakah saya bersedia melakukan tes kesehatan atau tidak. Dan tentu saja dengan sopan saya menolak tawaran dari bank tersebut. Sempat ditanyakan oleh pihak yang menyeleksi saya, “Mba lulus dimana memangnya?”
“Saya lulus CPNS dosen Mba.”
Sekonyong-konyong si Mba nya membalas, “Wah, gaji PNS kan kecil Mba, kenapa tidak terima tawaran dari kami saja.”
(Agak-agak gubrak mendengarnya kala itu)
Dan begitulah cara saya mendapat pekerjaan.
Saya tidak melakukan KKN.
Saya tidak mengambil hak orang lain.

Dan begitulah. Saya belajar lagi, membaca lagi, menghafal lagi dan menyusahkan keluarga yang harus menyediakan tiket pesawat pulang pergi untuk dua kali tes agar lulus CPNS dan mendapat pekerjaan dengan cara yang benar. Dengan cara yang halal.

Dengan harapan bahwa uang yang saya terima sebagai gaji saya nantinya adalah uang yang didapat dengan cara yang baik. Bukan karena belas kasihan orang lain.
Bukan karena ayah saya pemimpin sebuah perusahaan.
Bukan karena orang tua saya kenal baik dengan pimpinan.

Dengan harapan agar uang yang saya pergunakan untuk membiayai kehidupan saya bukanlah didapat dengan cara yang salah.
Bayangkan jika pekerjaan yang kita dapatkan diperoleh dengan cara yang tidak baik.
Dengan memakan hak orang lain.
Dengan merampas hak orang lain.
Tanpa usaha dan kerja keras.
Dari pekerjaan itu kita mendapatkan uang. Untuk membeli makanan. Untuk membeli pakaian. Untuk memenuhi kebutuhan hidup kita.
Halalkah?
Berkahkah?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar