Ada berbagai macam
perasaan yang berkecamuk menjelang dan setelah mulai mengajar di SDN Rumpet
tersebut. Kecewa teramat sangat pada inkonsistensi teman-teman yang notabene
sudah dewasa dan pada awalnya bersedia menjadi relawan, malah membatalkan
kesepakatan tersebut pada hari H. Bukankah itu tindakan pengecut?
Jika diutamakan
alasan, semua orang punya alasan untuk membatalkan keikutsertaannya. Jika semua
relawan mau, mereka semua bisa mengeluarkan berbagai macam alasan. Begitupun
saya, yang seharusnya hari Kamis itu mengajar mata kuliah biologi umum di prodi
kimia. Bukanah itu juga sebuah alasan? Namun
ini bukan masalah ada atau tidaknya alasan untuk membatalkan. Disini ada
masalah inkonsistensi. Ketidakseriusan.
Tidak pernahkah
terpikir bahwa ada anak-anak yang sudah tahu tentang rencana kedatangan relawan
ke sekolah mereka, yang berharap akan bertemu beberapa orang baru dan
menceritakan pekerjaan mereka, yang akan menghibur mereka untuk sesaat.
Tidakkah terpikir akan banyak yang dikecewakan?
Rasa syukurpun
menggelayuti tubuh saya sejak pertama kali berbincang dengan guru-guru di
sekolah tersebut. Memang benar bahwa saya harus lebih banyak lagi bersyukur.
Lebih sering melihat ke bawah, agar lebih banyak menyadari bahwa posisi dan
pekerjaan saya jauh lebih baik dibanding guru-guru di SD tersebut.
Mereka nyaris tidak
punya waktu istirahat. Dari pukul 7 hingga pukul 1 siang menghandle sendiri
kelas tersebut. Mengajar semua mata pelajaran. Tentu sangat melelahkan.
Sementara saya hanya
perlu masuk kelas ketika ada jam mengajar. Waktu yang tersisa dapat digunakan
untuk mempersiapkan baha ajar, menulis, browsing atau membaca jurnal.
Tanggung jawab yang
harus mereka emban juga sangat besar. Mereka harus mengajar dan mendidik
anak-anak tersebut “sendirian”. Tanpa pertolongan dari orang tua siswa di
rumah.
Bukan tanpa alasan.
Anak-anak yang bersekolah di SD tersebut merupakan anak-anak yang berasal dari
keluarga yang berpendidikan rendah dan kurang mampu. Orang tua mereka hanya
tamatan SD. Pekerjaan merekapun tak jauh-jauh dari petani atau pedagang kecil.
Pendek kata, mereka tidak begitu paham pentingnya pendidikan bagi anak. Bagi
mereka, sekolah lah tempat mendidik anak. Sekolahlah yang memiliki
tanggungjawab untuk mengajar anak mereka. Sehingga mereka tidak perlu terlibat
dengan hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan anak-anak mereka.
Orang tua siswa tidak
pernah datang jika diundang rapat ke sekolah. Mereka tidak akan hadir jika
pihak sekolah meminta mereka berdiskusi tentang pengasuhan anak atau
pengontrolan kebiasan belajar anak. Mereka hanya akan hadir di sekolah tersebut
jika anak mereka bertengkar dengan temannya. Bukan untuk mendamaikan atau
menasehati anak mereka yang terlibat perkelahian, namun untuk memukuli anak
mereka di hadapan guru dan siswa lain, dengan tujuan agar si anak tersebut
jera.
Bahkan salah seorang
guru sempat berkata,”Mereka baru akan datang ke sekolah kalau uang bantuan
pendidikan untuk anaknya cair. Bahkan kakek nenek mereka yang sudah mau
meninggalpun ikut hadir mengambil uang tersebut”.
Tentu saja sang guru
menyampaikan hal tersebut atas dasar kekecewaan yang mendalam kepada orang tua
siswa yang hanya menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak mereka kepada sekolah.
Bahkan uang yang diperoleh oleh orang tua siswa sebagai bentuk bantuan
pemerintah pada anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu, agar dapat
dimanfaatkan untuk memenuhi keperluan sekolah sang anak justru digunakan untuk
membeli baju si ibu atau beras.
Ada rasa penat dan
lelah yang tergambar dari raut wajah guru-guru SD tersebut. Ada rasa terima
kasih yang mereka selipkan diantara perbincangan kami. Setidaknya untuk sehari
saja, mereka dapat rehat sejenak dan membiarkan anak-anak yang biasa mereka
ajar dihibur oleh guru-guru inspirasi mereka.
Kekhawatiran pun tak
kalah ingin muncul di wajah keriput guru-guru yang sudah bertahun tahun
mengabdikan diri mereka untuk pendidikan.
“Rasanya kami akan
percuma mengajar mereka. Karena setelah tamat SD mereka tidak akan menyambung sekolah
lagi. Mereka akan nganggur dua tahun lalu menikah. Bahkan orang-orang tua
mereka dulunya semua murid saya”. Begitu kata salah seornag guru yang sudah 26
tahun mengajar di SD tersebut.
Bukankah ini sesuatu
yang sangat memilukan. Disaat anak-anak yang menamatkan SD berebut memilih
masuk ke SMP favorit, anak-anak dari SDN Rumpet justru harus berhenti sekolah
karena ketidakadaan biaya dan ketidakpedulian orang tua mereka, dan menikah
pada usia yang masih sangat belia.
Bagaimana mungkin
mereka dapat mendidik anak mereka dengan baik sementara mereka tidak memiliki
pendidikan yang mumpuni?
Lelah yang saya
rasakan selama melayani tunas-tunas Indonesia tersebut membawa saya kembali
pada awal tahun 1996 hingga 2001ketika saya menjadi siswa sekolah dasar. Senang
rasanya dapat menangkap dengan jelas memori masa itu sehingga dapat saya
simpulkan bahwa saya bukanlah siswa yang nakal atau malas. Selama bersekolah,
saya selalu menjadi siswa yang aktif, rajin, dominan dan tentu saja juara
kelas. Saya bukanlah siswa yang suka membuat keributan atau kegaduhan di kelas.
Bahkan dapat dibilang bahwa saya siswa kesayangan guru-guru SD saya.
Tidak dapat saya
bayangkan apa yang akan saya rasakan setelah mengajar di SDN Rumpet tersebut jika
dulunya saya adalah siswa yang nakal dan malas. Mungkin saya akan langsung
pulang ke Bukittinggi, mencari guru-guru saya ketika SD, menangis-nangis dan
meminta maaf karena telah menjadi siswa yang malas dan nakal.
Karena sungguh,
mengajar siswa sekolah dasar merupakan pekerjaan yang sangat berat untuk
dilakukan. Membutuhkan kesabaran luar biasa dan suara ekstra.
Anda tidak mungkin
membentak mereka jika mereka ribut. Anda tidak mungkin memukul mereka jika
mereka salah. Anda tidak mungkin mengusir mereka jika mereka berkelahi. Karena
bukan begitu cara mendidik yang baik.
Rasa terima kasih dan
penghargaan yang setingi-tingginya saya berikan kepada Bapak Ibu Guru dan teman
teman yang mengabdikan diri mereka untuk mengajar di sekolah dasar. Saya tidak
akan mampu seperti kalian. Jika negara ini tidak dapat memberikan penghargaan
lebih atas kesabaran dan kekuatan kalian dalam menjalani tugas, semoga Allah
SWT menggantinya dengan pahala yang tak terkira.
Pekerjaan yang kita
pilih insya allah sudah tepat. Hanya tinggal mewarnainya dengan niat ikhlas dan
basmalah setiap memulai pekerjaan tersebut.
Entahlah siswa siswi
SDN Rumpet tersebut terinspirasi atau tidak dengan kedatangan kami kesana.
Butuh waktu bertahun tahun dulu untuk membuktikan hal tersebut. Berpengaruh
atau tidaknya kunjungan sehari tim Kelas Inspirasi tersebut hanya akan terlihat
nanti. Ketika mereka telah menamatkan studi di SDN Rumpet. Namun yang pasti,
saya merasa bahwa sayalah yang terinspirasi oleh mereka. Oleh kesabaran
guru-guru SD tersebut. Oleh kondisi sekolah tersebut.
Bahwa terkadang kita
lupa bersyukur.
Bahwa terkadang kita
lupa melihat ke sekitar kita.
Betapa banyak
orang-orang yang membutuhkan bantuan.
Betapa banyak mereka
yang bahkan tidak punya kesempatan untuk bermimpi.
Mengajar mereka
membuat saya mensyukuri apa yang Allah berikan kepada saya.
Keluarga saya tidak sempurna.
Bukan pula dari keluarga kaya yang bergelimang harta.
Tapi Allah memberikan
kesempatan kepada saya untuk dididik dengan kasih sayang oleh nenek sejak umur
2 tahun hingga beliau meninggal dunia ketika saya berumur 8 tahun. Nenek yang
mengajarkan saya untuk menjadi anak yang baik. Untuk selalu menolong
orang-orang di sekitar saya. Untuk menyenangi belajar. Untuk selalu datang ke
sekolah dan menjadi yang terbaik.
Ya! Saya tidak akan
pernah lupa masa –masa kecil saya yang sangat menyenangkan itu. Masa dimana
kecintaan saya terhadap belajar mulai terbentuk. Masa dimana beliau mengajarkan
saya bahwa saya harus mengejar cita-cita saya.
Mengajar mereka
membuat saya sadar, bahwa dengan bekerja pada bidang pendidikan belumlah cukup
sebagai bukti bahwa saya peduli pada pendidikan di negara ini.
Saya harus terlibat
lebih.
Berbuat lebih.
Bukan hanya karena
ada uang yang didapat setelah mengajar.
Tapi karena keinginan
untuk turun tangan dan melukis harapan untuk anak-anak Indonesia yang
terabaikan dan kurang beruntung.
Mari berbuat lebih
banyak teman!
Sampai Jumpa pada
Kelas Inspirasi Tahun Depan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar