Senin, 23 November 2015

Kelas Inspirasi (Part 4) Hari Inspirasi


Rabu

Saya masih belum mengisi kertas lesson plan yang diberikan oleh fasilitator pada hari briefing. Padahal seharusnya kertas tersebut sudah berisi tulisan tulisan yang menggambarkan apa saja yang akan saya lakukan di kelas.

Terlalu banyak ide. Terlalu banyak hal yang ingin dilaukan hingga saya bingung harus memilih yang mana.
Waktu yang cukup sempit sedikit membuat gelisah. Terlebih mengingat dari siang hingga pukul 6 sore saya harus mengajar di kampus. Maka siang hari saya sempatkan untuk berselancar di youtube dan melihat video teman-teman dari daerah lain yang telah mengikuti kegiatan yang sama.

Ada 3 hal yang harus dilakukan seorang inspirator di dalam kelas. Pertama, melakukan opening atau pembukaan. Kegiatan ini meliputi ice breaking agar perhatian anak-anak tertuju padanya hingga penjelasan tentang apa yang akan dilakkan pada 30 menit tersebut. Kedua, menyampaikan pokok pengajaran. Pada sesi ini, inspirator harus menyampaikan inti konten pengajaran hingga menjembatani dengan pesan-pesan yang mudah dipahami sang anak. Boleh menggunakan media gambar, boneka, atau membawa benda-benda yang berkaitan dengan pekerjaan dari inspirator tersebut. Misal, seorang pilot dapat membawa replika pesawat untuk membantu menjelaskan apa dan bagaimana pekerjaannya kepada anak-anak. Anak-anak pada usia sekolah dasar memang umumnya berada pada rentang usia 6 – 12 tahun. Anak-anak pada rentang usia tersebut berada pada tahap perkembangan kognitif yang disebut concrete operational. Artinya, mereka hanya mampu berpikir tentang konsep-konsep yang konkrit.Oleh karena itu, teknik pengajaran harus menggunakan contoh-contoh konkrit, misalnya dengan foto, alat peraga, atau analogi yang mudah dimengerti. Semakin kecil usia anak, pengajaran harus semakin kongkrit. Hal ketiga yang harus dilakukan oleh inspirator di dalam kelas adalah melakukan penutup. Sesi ini meliputi recap terhadap apa yang telah disampaikan serta melakukan penutupan yang menarik. Baik berupa yel-yel penyemangat hingga mengajak bernyanyi.

Malam selepas maghrib saya mulai mempersiapkan ini itu yang akan saya bawa esok harinya. Saya memutuskan untuk menggunakan media gambar untuk menjelaskan mengenai pekerjaan saya dan menggunakan games susun kata untuk menjelaskan kepada anak-anak cara menjadi seperti saya.

Saya mengetik kata-kata yang harus mereka susun dengan ukuran yang sangat besar, kemudian memprint dan menempelkannya pada kertas yang lebih tebal.
“Ini akan menarik”. Pikirku.

Pukul 22.35  saya masih belum selesai menempelkan kata-kata yang telah saya cetak, print dan gunting pada kertas karton.

Antusias. Hanya itu yang saya rasakan malam itu. Terlebih ketik membaca chat-chat dari teman-teman inspirator yang juga sudah tidak sabar untuk datang ke sekolah mereka masing-masing.

Kamis

Ada 19 sekolah dasar di daerah Banda Aceh dan Kab. Aceh Besar yang menjadi tujuan para inspirator dan SDN Rumpet yang berlokasi di daerah Lamyong merupakan tujuan saya.
Pukul 05.00 saya sudah bangun tidur dan mengecek lagi persiapan yang akan saya bawa ke sekolah. Merasa akan sedikit terlambat datang ke lokasi yang dijanjikan untuk menjadi tempat pertemuan, saya terlebih dahulu mengabarkan kepada fasilitator (Husna) dan co fasilitator (Afa) bahwa saya akan terlambat beberapa menit. Menurut perkiraan saya, baru pukul 07.40 saya akan sampai di tempat janjian kami. Mengingat saya harus berberes terlebih dahulu.

07.38 saya sudah sampai di depan Zakir Kopi. Sepi. Dingin. Sedikit gerimis. Tidak ada satu orangpun inspirator terlihat. Mulai panik. Apa mereka sudah pergi ke sekolah? Atau memang belum satupun yang datang. Tanpa pikir panjang, saya langsung mengirimkan pesan ke chat group SDN Rumpet untuk menanyakan keberadaan Husna, Afa dan inspirator lainnya.

“Kaak,, kok cepet banget datangnya? Kan kita janjiny jam 7.15. Tunggu ya Kak, Husna baru mau jalan kesana”. Begitu isi pesan Husna yang kuterima.

Sedikit malu.
Rupanya saya melewatkan SMS yang dikirim pada hari sebelumnya mengenai perubahan waktu untuk berkumpul. Saya hanya mengingat kesepakatan yang dibuat pada hari briefing, bahwa kami berkumpul pukul 06.30 WIB. Alih-alih belum smepat sarapan sebelum berangat, saya memutar arah kendaraan dan menuju tempat orang menjual nasi gurih. Menyempatkan diri sarapan agar punya energi untuk menjalani hari yang saya tunggu dari beberapa minggu sebelumnya.

Pukul 07.00 saya kembali ke lokasi tempat kami seharusnya berkumpul. Belum ada satu orang pun yang datang. Hingga beberapa menit kemudian Afa datang, diikuti dengan salah seorang relawan dokumentasi yang bernama Sarah.
Sedikit kesal mendengar apa yang disampaikan oleh Afa, bahwa guru komputer yang datang pada hari briefing membatalkan untuk mengikuti kegiatan KI dikarenakan sedang sakit. Sedangkan bidan yang dari awal memang tidak memberikan konfirmasi apapun, sudah dapat dipastikan juga tidak akan hadir. Tersisa 4 orang inspirator.

Sembari menunggu Husna dan inspirator lain hadir ke tempat tersebut, lagi-lagi saya dibuat kesal dengan kabar yang diberikan oleh 2 orang inspirator lainnya. Officer gadai dan pemadam kebakaran tersebut juga tidak dapat hadir karena ada urusan pekerjaan.
Okay!
Alasan yang bagus.
Bukankah relawan yang mendaftar di acara KI ini sudah diminta sejak awal untuk cuti sehari dari pekerjaannya guna datang ke sekolah dan memberi inspirasi?
Jika dibilang ada pekerjaan, bukankah semua yang menjadi insoirator juga orang yang bekerja?
Apapun alasan mereka. Dimata saya mereka hanya orang-orang dewasa yang tidak konsisten dan tidak berkomitmen dengan apa yang mereka katakan dan sepakati sebelumnya.
Memang tidak pantas menjadi inspirator sama sekali.

Pukul 07.15 Husna datang. Dan hanya saya sendiri inspirator yang muncul. Pak Wibowo yang berprofesi sebagai TNI tidak terlihat batang hidungnya. Baiklah. Kami memutuskan langsung menuju ke SDN Rumpet dengan rasa kecewa yang besar kepada inspirator lainnnya.

Di SDN Rumpet

Memasuki gerbang sekolah yang berjarak 10 menit dari jalan raya tersebut, saya disambut oleh tatapan polos anak-anak SD yang terlihat sangat rapi dengan seragam hitam putih dan dasi. Siswi-siswi tersebut juga kelihatan tidak kalah rapi dan sopan dengan kerudung putih yang mereka kenakan.

Semua mata itu tertuju pada saya. Ada yang berbisik-bisik. Ada yang tersenyum. Ada yang melambaikan tangan. Bahkan ada yang hanya menatap tanpa ekspresi. Saya berdiri di halaman sembari menunggu Husna dan Afa menjelaskan kondisi kami kepada pihak sekolah. Hanya saya sendiri inspirator yang hadir dari 6 orang inspirator yang seharusnya datang ke sekolah tersbeut.

Dalam sambutannya pada upacara pembukaan acara KI, kepala sekolah SDN Rumpet menyampaikan kekecewaanya kepada panitia KI yang terkesan tidak serius mengadakan acara ini, terbukti dengan memilih inspirator yang tidak konsisten.

Kekecewaan tersebut dapat saya maklumi. Terlebih jika melihat raut wajah anak-anak yang terlihat lesu begitu disampaikan bahwa isnpirator yang lain tidak dapat hadir.
Hampir setengah jam siswa-siswi tersebut berdiri di halaman sekolah. Saya yang berdiri di hadapan mereka melihat ada begitu banyak siswa yang terlihat bosan dan mengantuk. Terlebih apa yang disampaikan oleh kepala sekolah mereka bukanlah ditujukan kepada mereka, melainkan kepada tim KI. Pendek kata, mereka tidak mengerti dengan apa yang disampaikan oleh kepsek tersebut.
Begitu microphone diserahkan oleh mc kepada saya, dan disuruh untuk memperkenalkan diri, saya memilih maju beberapa langkah dan mulai memecah keheningan. Mengucapkan salah dengan penuh semangat hingga mereka semua terkaget dan terlihat bersemangat. Terlebih ketika saya mulai berdialog dengan mereka. Semua terlihat antusias.
Rasa bosan mereka benar-benar terlihat lenyap begitu saya memperkenalkan ‘salam selamat pagi’. Semua siswa berusaha menirukan agar dapat menjawab salam selamat pagi saya dengan benar.
Dan begitulah.
Setidaknya saya berhasil membuat mereka penasaran dengan profesi saya sebagai dosen dan menantikan kehadiran saya ke kelas mereka.

Pertolongan bagi tim KI SDN Rumpet datang ketika sekolah tersebut mendapat inspirator dadakan dari TNI dan beberapa orang dosen dan guru yang merupakan teman dari kepala sekolah. Rupanya mereka dihubungi oleh kepala sekolah agar dapat membantu kegiatan KI di sekolah tersebut dapat tetap berjalan.
Akibat kekurangan inspirator, terpaksa ada kelas yang digabung. Kelas 1 dan kelas 2 digabung menjadi satu kelas. Sehingga total ada 5 kelas yang harus kami masuki.
Kondisi tersebut sama sekali tidak mengurangi antusiasme saya. Terlebih mengingat saya telah mempersiapkan ini itu, baik itu yel-yel, salam, games dan lagu yang ingin saya bagi dengan anak-anak di sekolah tersebut.

Kelas yang pertama kali saya masuki adalah kelas 1 dan 2 yang telah digabung. Ada sekitar 20 orang anak-anak dalam kelas tersebut. Monster kecil. Begitu sebutan yang diberikan oleh para inspirator kepada anak-anak yang duduk di bangku kelas 1 dan kelas 2, karena terkenal sebagai kelas yang paling sulit untuk dikondisikan.

Di depan pintu, saya mengeluarkan peralatan tempur saya. Masuk kelas sambil membawa karton bertuliskan ‘DOSEN’.
Mereka semua hening, seolah menunggu apa yang akan saya lakukan.
“Bu Ayu! Bu Ayu! Selamat Pagi Cus!” Teriak salah seorang anak.
Oke! Mau salam selamat pagi ya?
“Iyaaa Bu!!” Jawab mereka sambil berteriak.

Setelah mengawali kelas tersebut dengan membaca salam, saya mulai membimbing mereka melakukan salam selamat pagi.
Satu persatu, gambar yang telah saya persiapkan, games dan lagu yang telah saya susun ulang liriknya saya ajarkan kepada mereka.
Mereka bukan monster kecil. Bukan anak-anak yang susah diatur.Hanya anak-anak yang ingin terlibat. Ingin ikut serta pada setiap kegiatan yang dilakukan. Tapi memang. Suara mereka sangat nyaring. Rasanya tidak akan bisa menyaingi lengkingan suara mereka. Saya kalah suara meski saya tak merasa mereka sulit untuk diatur.

Tiga puluh menit berlalu begitu cepat. Sayangnay saya tidak diizinkan untuk menambah beberapa menit lagi untuk berada di dalam kelas. Namun saya cukup puas, karena bisa menghadapi kelas pertama dengan baik.
Guru kelas tersebut menghampiri saya, “Bu Ayu! Anak-anak itu mau belajar sama Ibu. Tambah aja waktunya sedikit lagi Bu.”
Tentu saya permintaan tersebut tidak akan saya tolak, namun fasil dan co fasil saya tidak memberikan waktu lebih sehingga saya harus segera keluar kelas karena aka nada inspirator lain yang masuk ke kelas tersebut.

Respon yang tidak kalah manisnya saya peroleh ketika saya masuk ke kelas 3 dan 4. Anak-anak tersebut sangat bersemangat dan senang dengan kehadiran bapak ibu guru dadakan mereka. Semacam ada suasana baru mengingat selama ini mereka hanya diajar oleh satu orang guru. Ya. Hanya ada satu orang guru untuk satu kelas.

Hari Inspirasi tersebut diakhiri dengan berkumpulnya siswa siswi SDN Rumpet dan menuliskan cita-cita mereka pada kertas. Kami sepakat untuk menggantungkan cita-cita yang mereka tulis pada pohon mangga yang tumbuh di halaman sekolah tersebut.


(to be continued…)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar