Pencemaran lingkungan
ibarat buah bibir di kalangan pemerintah maupun pemerhati lingkungan. Banyak
seminar dan talkshow diselenggarakan untuk mengupas tuntas serta mencari solusi
penanggulangan masalah lingkungan yang sedang booming. Namun, upaya gencar
untuk menyelamatkan lingkungan tersebur ternyata juga beriringan dengan
tindakan-tindakan yang dilakukan atas dasar kurangnya pengetahuan sehingga
berdampak pada kerusakan lingkungan itu sendiri.
Seolah tak pernah
kapok, penggunaan pestisida masih menjadi pilihan menarik bagi petani sebagai
solusi untuk permasalahan dalam penanggulangan hama dan penyakit tanaman.
Sayangnya, penggunaan pestisida ini terkadang dilakukan secara berlebihan
sehingga menimbulkan akumulasi pestisida yang bermuara pada ekosistem perairan
khususnya laut. Hal ini tentu saja berdampak pada organisme yang hidup di dalam
perairan tersebut.
Salah satu teknik yang
dapat dilakukan untuk memantau pengaruh kerusakan lingkungan khusunya berupa
limbah buangan pada organisme perairan adalah dengan melihat tahap perkembangan
awalnya. Hal ini berdasarkan pada fakta
yang menunjukkan bahwa organisme pada tahap perkembangan awal lebih peka
terhadap pencemaran/polusi lingkungan dibanding pada tahap dewasa dari organisme
tersebut.
Bulu babi (Echinometra
mathaei) adalah salah satu organisme yang dapat dijadikan sebagai indikator
kerusakan/pencemaran lingkungan. Ketersediaannya di alam, mudah untuk diambil
serta pembentukan membran fertilisasi yang terlihat dengan jelas merupakan alasan
penggunaan hewan ini sebagai indikator pencemaran lingkungan.
Diawali dengan
mengambil sampel berupa bulu babi dewasa dengan tujuan agar gonad yang diambil
adalah gonad yang benar-benar matang karena berukuran lebih besar sehingga
memudahkan dalam pembedahan dan pengamatan. Gonad yang telah diambil dibedakan
antara jantan dengan betina yang diketahu dari pengamata visual setelah gonad
tersebut dioleskan pada kaca objek. Gonad betina ditandai dengan adanya butiran
telur yang berukuran kecil dan transparan. Sedangkan gonad jantan akan
mengeluarkan cairan putih seperti susu apabila dioleskan pada gelas objek. Sel
kelamin jantan (sperma) dan sel kelamin betina (ovum) dari masing-masing gonad
kemudian diambil dan dipisahkan untuk dilakukan fertilisasi (pembuahan) buatan.
Fertilisasi dinyatakan berhasil apabila setelah pertemuan sperma dan ovum pada
gelas arloji, terbentuk zigot yang ditandai dengan adanya membran fertiliasi.
Sel kelamin yang telah
mengalami fertilisasi kemudian dibedakan menjadi 4 kelompok yang berbeda,
dimana satu kelompk bertindak sebaga kelompok kontrol yang tidak diberi larutan
pestisida diazinon, sedangkan 3 kelompok lainnya diberikan larutan diazinon
dengan tiga dosis yang berbeda. Pemberian larutan diazinon ini bertujuan untuk
melihat pengaruh pemberian diazinon terhadap perkembangan embrio bulu babi. Jenis
pestisida yang akan diberikan kepada bulu babi ini adalah jenis diazinon 60 EC
yang biasa digunakan oleh petani sebagai pembasmi hama tanaman mereka.
Hasil perlakuan
tersebut tentu saja bukan hal yang mengejutkan lagi, mengingat bahwa telah ada
begitu banyak laporan dipublikasikan terkait dampak dan bahaya penggunaan
pestisida secara berlebihan. Pemberian diazinon terbukti menyebabkan formasi
yang terjadi pada perkembangan awal bulu babi menjadi tidak normal, selain itu,
kelompok zigot yang diberi dosis diazinon paling tinggi menunjukkan jumlah
larva yang paling sedikit dibanding dengan kelompok yang diberi dosis diazinon
yang lebih rendah. Semakin besar dosis dan konsentrasi diazinon yang diberikan
pada bulu babi, semakin sedikit pula jumlah larva yang berhasil terbentuk.
Resume Jurnal Ekoton
Vol 2 No 1: 17-24, April 2002
Pengaruh Konsentrasi
Sublethal Diazinon 60 EC Terhadap Perkembangan Awal Embrio Bulu Babi Echinometra mathaei.
Oleh :
Markus, T. Lasut.
Deiske A. Sumilat
Deddy T. Arbie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar