Senin, 14 Desember 2015

Berpikir Seperti Yang Diperbuat


Setiap menjelang praktikum, mahasiswa akan diberikan beberapa pertanyaan yang harus mereka jawab yang berhubungan dengan praktikum yang akan dilaksanakan, baik itu berupa materi, tata cara kerja serta alat dan bahan yang akan digunakan. Tentu saja pertanyaan tersebut akan dinilai oleh asisten praktikum dan mempengaruhi nilai akhir semester tersebut. Sehingga mahasiswa akan berusaha menghafal materi yang akan ditanyakan agar mendapat nilai yang bagus.

Hal tersebut juga saya rasakan ketika masih menjadi mahasiswa program sarjana. Menjelang praktikum, saya dan teman teman akan komat kamit menghafal semua yang tertera pada penuntun praktikum. Berusaha semaksimal mungkin agar dapat mengingat apa saja berkaitan dengan praktikum hari itu. Mereka yang tidak sempat belajar tentu saja akan kelihatan gusar. Berharap soal yang akan dikeluarkan adalah hal hal yang akan mampu mereka jawab. Yang sedikit ‘culas’ akan mempersiapkan cheat sheet atau bahkan mengorbankan tangan mereka untuk ditulisi hal-hal yang sulit mereka ingat.

Di suatu pagi menjelang praktikum, saya dan teman-teman sudah berdiri di depan pintu laboratorium agar dapat segera masuk begitu pintu di buka dan mendapat tempat duduk yang nyaman untuk menjawab soal-soal kuis yang akan diberikan 5-10 menit awal praktikum. Saya mendapat tempat di dekat jendela. Teman-teman lain juga sudah terlihat nyaman dengan posisi duduk mereka. Beberapa masih ada yang sibuk mencari tempat kosong, karena memang untu mengerjakan kuis kami harus duduk dengan jarak 1-1,5 meter agar tidak saling mencontek.

Tepat setelah semua peserta praktikum mendapatkan posisi untuk mengerjakan soal kuis, salah seorang asisten praktikum mula bergerilya dari praktikan yang satu ke praktikan yang lain. Mengecek satu persatu kertas yang akan digunakan. Sepertinya ia mencoba memastikan bahwa kertas tersebut kosong, bebas dari contekan.

Saya memperhatikan asisten prakitikum tersebut. Dia terlihat sangat lihai dalam memeriksa praktikan. Melihat telapak tangan praktikan, memeriksa pensil case, hingga memeriksa ujung kerudung praktikan.
Dalan hati bertanya “Apa hubungannya ujung kerudung dengan contekan?”.

Pertanyaan saya tersebut terjawab ketika semester 7, yang juga merupakan semester terakhir saya menjadi mahasiswa pada kampus tersebut, ketika saya mengambil mata kuliah evolusi dan asisten praktikum tersebut juga mengambil mata kuliah yang sama. Ujian akhir mata kuliah tersebut dilaksanakan pada sebuah lab dengan tujuan agar ujian dapat berlangsung dengan tertib karena jarak tempat duduk mahasiswa yang cukup berjarak dapat mencegah mahasiswa untuk saling mencontek.
Ketika itu, saya duduk disamping kiri asisten praktikum tersebut, jarak kami sekitar 2 meter, namun saya dapat melihat dengan jelas apa yang ia lakukan selama mengerjakan ujian.

Gerak geriknya terlihat mencurigakan. Posisi duduknya sering berganti. Namun ia tidak pernah sekalipun celingak celinguk kiri kanan seperti orang mencontek pada umumnya. Perlahan dia menggulung lengan bajunya yang panjang, terdapat kertas persegi panjang berukuran 4 x 3 cm yang penuh dengan tulisan. Ya! Dia menyimpan contekan di balik lengan bajunya. Tidak hanya itu, dia membalikan ujung kerudungnya yang sebelumnya menjulur menutupi dada. Dan benar saja! Terdapat kertas contekan pada ujung kerudungnya yang diberi peniti agar menempel kuat.
Luar biasa!
Dia benar-benar lihai mencontek.

Aku baru mengerti kenapa ia terlihat begitu lihai ketika memeriksa praktikan yang hendak melakukan praktikum. Dia berpikir seperti apa yang ia lakukan. Dia memeriksa contekan pada tempat-tempat yang biasa ia gunakan sebagai tempat menyimpan contekan.
***

Memang sudah seperti itu. Orang akan berpikir seperti apa yang ia lakukan.
Orang yang senang berorientasi uang akan berpikiran bahwa orang lain juga berorientasi uang.
Orang yang dapat pekerjaan dengan bantuan jurus-jurus KKN akan berpikiran bahwa orang lain juga mendapat pekerjaan dengan cara seperti itu.
Orang yang sering menggunjingkan orang lain akan mati ketakutan melihat orang lain berkumpul-kumpul, karena ia merasa orang lain juga sedang membicarakan dirinya.

Realita….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar