Setiap pagi begitu
sampai di Fakultas Sains dan Teknologi (Saintek), saya selalu berpapasan dengan
beberapa orang perempuan yang bertugas menyapu dan membersihkan gedung
tersebut. Terkadang bertemu mereka disaat mereka sedang menyapu. Terkadang
bertemu mereka begitu mereka sedang duduk di bawah pohon di depan gedung
fakultas, berarti mereka telah selesai mengerjakan tugas mereka.
Gedung yang digunakan
sebagai gedung Fakultas Saintek sebenarnya gedung museum UIN yang dipinjamkan
kepada fakultas sainstek dan Fakultas Psikologi selagi gedung untuk fakultas
tersebut dibangun. Kemungkinan besar gedung tersebut rampung awal tahun depan.
Beberapa bulan lalu,
di suatu pagi sebelum menaiki tangga menuju ruangan prodi, sempat bercakap-cakap
dengan salah seorang perempuan yang bertugas menyapu pada gedung tersebut.
“Buk, ruangan prodi
ini belum di sapu ya?” tanyaku padanya.
“ Maaf Bu, belum
sempat. Kami tadi membersihkan lantai bawah dulu, kalau ada waktu baru
menyempatkan menyapu lantai atas.” Jawabnya tegas.
“Oh, begitu ya Bu.
Pantes. Kemaren rasanya ruangan prodi juga tidak disapu”. Balasku.
“Iya Bu, sebenarnya
kami tidak ditugaskan untuk menyapu di saintek, hanya ditugaskan di bawah. Kami
menyapu di atas karena kasian daripada kotor tidak ada yang nyapu”, terangnya.
“Oh gitu, terima
kasih ya Bu’.
Sejak percakapan itu,
saya tidak pernah lagi berharap mereka ke lantai atas untuk menyapu ruangan
prodi. Mereka menyempatkan untuk menyapu lantai 2 adalah sesuatu yang sudah
saya syukuri, mengingat mereka tidak di bayar untuk melakukan itu.
Sampai hari ini saya
masih melihat mereka menyapu di lantai 2, di gedung saintek. Entahkah sudah
dibayar untuk menyapu ruangan di fakultas Saintek atau belum saya tidak tahu. Tapi
yang jelas karena keberadaan mereka maka ruangan prodi, kelas dan semua ruangan
yang merupakan bagian dari Fakultas Saintek tetap bersih.
Namun sayangnya
kebersihan itu tidak pernah bertahan lama. Tepat setelah mahasiswa berdatangan
maka ruangan mulai terlihat berantakan dan kotor. Kursi yang telah disusun
mulai tak beraturan letaknya. Lantai yang sebelumnya bebas sampah mulai
dipenuhi sampah, baik itu sampah kertas, bungkus makanan, botol air mineral,
dan sampah lainnya.
Mereka seolah tidak
merasa bersalah membuang sampah seenaknya walaupun tempat sampah terdapat
hampir di setiap pojok gedung ini. Begitu selesai makan, bungkus makanan
dibiarkan tergeletak di lantai. Begitu selesai mengelap keringat dengan tisu,
mereka seenaknya membuang bekas tisu tersebut di lantai. Begitu selesai membaca
koran yang sengaja di letakan di atas meja untuk dibaca, lembaran koran
tersebut akan berserakan, tidak lagi berurutan.
Sesekali saya ambil
sampah yang ditemui begitu saya berjalan kemudian memasukkannya ke dalam tong
sampah dengan harapan apa yang saya lakukan diikuti oleh mahasiswa lain.
Sayangnya tidak. Apa yang saya lakukan hanya dilihat seadanya. Dan sampah
tetaplah menjadi sampah yang berserakan.
Tidak sulit kok
membiasakan untuk tidak membuang sampah sembarangan. Cukup dengan menumbuhkan
rasa malu sebagai orang yang berpendidikan. Seharusnya malu apabila
berpendidikan tinggi namun masih memiliki kebiasaan seperti orang yang tidak
sekolah.
Jika mau membentuk
kebiasaan baru, bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dilakukan. Belum terlambat
untuk membentuk kebiasaan baru. Belum terlambat untuk mulai berubah dan menjadi
manusia yang lebih baik.
Teruntuk mahasiswa
saya yang sedang giat berproses, sudahilah membuah sampah sembarangan.
Sudahilah mengotori lantai dengan sampah kertas atau bekas makananmu.
Mulailah melakukan
perubahan. Mulailah membiasakan membuang sampah pada tempat yang telah disediakan.
Buanglah sampah pada
tempatnya!
Tunjukkan kalau
kalian semua well educated.
Okay.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar